Menyambangi Museum Nasional Jakarta

Melihat Harta Karun Mataram Kuno, dari si Cantik Prajdnaparamita Hingga Mangkuk Emas Relief Ramayana

Museum Nasional Jakarta memiliki koleksi artefak budaya luhur dari berbagai daerah, diantaranya harta karun zaman mataram kuno

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumargo
Pengunjung menyaksikan koleksi emas berupa mangkuk lonjong berelief kisah Ramayana, temuan dari Situs Wonoboyo, Klaten di lantai empat Museum Nasional Jakarta beberapa waktu lalu. 

TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA -  Anda ingin pelesiran ke Jakarta? Waktu Anda longgar dan menyukai sejarah? Datanglah ke Museum Nasional di Jalan Medan Merdeka Barat Nomer 12, Jakarta Pusat.

Destinasi jalan-jalan ini sejak lama juga dikenal dengan sebutan Museum Gajah. Mengapa? Sebuah patung gajah yang nongkrong di depan bangunan lama museum ini jadi simbol, dan publik menandainya sebagai Museum Gajah. 

Letaknya sangat strategis, sepaket dengan spot Tugu Monas, Istana Merdeka di Medan Merdeka Utara, Galeri Nasional di Medan Merdeka Timur. Lokasinya mudah dijangkau dengan moda transportasi apapun. 

Buat yang menggunakan kereta api dari luar daerah di Pulau Jawa, bisa turun di Stasiun Gambir, lalu cukup jalan kaki saja berkeliling Monas, sebelum menuju museum yang kini memiliki dua bangunan cukup besar ini. 

Tiket masuk hanya Rp 5.000, dan pengunjung bebas sepuasnya berada di komplek museum ini. Di gedung baru yang terdiri empat lantai, memajang aneka visualisasi sejarah dan produk kebudayaan Nusantara. 

Namun yang paling menarik di gedung baru ini adalah koleksi di lantai dua dan empat. Lantai dua memajang sejumlah koleksi sangat penting berkaitan peradaban kuno Nusantara dari abad 5 hingga 10.

Pengunjung menyaksikan koleksi emas berupa mangkuk lonjong berelief kisah Ramayana, temuan dari Situs Wonoboyo, Klaten di lantai empat Museum Nasional Jakarta beberapa waktu lalu.
Pengunjung menyaksikan koleksi emas berupa mangkuk lonjong berelief kisah Ramayana, temuan dari Situs Wonoboyo, Klaten di lantai empat Museum Nasional Jakarta beberapa waktu lalu. (TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumargo)

Ada tiga prasasti batu yang tidak bisa dilepaskan dari pengetahuan awal kebudayaan Mataram Kuno. Yaitu Prasasti Canggal (Magelang), Prasasti Siwagraha (Prambanan), Prasasti Kelurak (Prambanan), Prasasti Kalasan (Kalasan), dan Prasasti Pereng (Prambanan). 

Prasasti-prasasti itu diletakkan di etalase tertutup, kecuali Prasasti Canggal dan Siwagraha, mengingat penting dan berharganya peninggalan leluhur itu. Prasasti Canggal sangat penting karena isinya terkait dengan awal dinasti Sanjaya yang memulai peradaban Mataram Kuno

Prasasti ini ditemukan di Gunung Wukir, Muntilan, Magelang, sekaligus menunjukkan pendirian lingga sebagai bakti puja pada Siwa oleh Sanjaya. Prasasti Kalasan menunjukkan apa siapa dan untuk apa pendirian Candi Kalasan yang megah. 

Prasasti Siwagraha terkait erat dengan pendirian bangunan untuk Siwa pada masa Maharaja Rakai Pikatan, yang sekarang dikenal sebagai Candi Prambanan. Prasasti Kelurak terkait dengan pendirian Manjusrigraha, atau yang sekarang disebut Candi Sewu di utara Candi Prambanan. 

Sementara Prasasti Pereng, dibuat penguasa Watak Walaing bernama Pu Kumbhayoni. Wilayah ini diduga kuat berada di selatan Candi Prambanan, dan pernah berdiri sebagai kekuatan politik yang kokoh, kompetitor kuat Rakai Pikatan dan keluarganya. 

Tentu ada banyak koleksi masterpiece juga di lantai dua ini, terkait dengan berbagai kebudayaan dan kerajaan kuno di Nusantara. Baik dari masa kerajaan kuno Kutai hingga deretan peninggalan masa lampau di Sumatera dan beberapa daerah penting lainnya. 

Melompat ke lantai empat, pengunjung akan disuguhi koleksi istimewa, sangat spesial, yang diawasi sangat ketat oleh petugas museum. Inilah Ruang Koleksi Emas Museum Nasional, yang memajang harta karun Mataram Kuno era di Jateng dan Jatim. 

Riri Damayanti, petugas Museum Nasional, menjelaskan, ruangan ini ketentuannya harus steril dari kamera foto dan video. Pengunjung atau warga umum boleh membuat dokumentasi, dengan izin khusus dari pengelola museum. 

"Pengaturan ini untuk menjaga keamanan koleksi emas, juga antisipasi kemungkinan lain jika ada yang memalsu atau merepro koleksi emas di sini. Harus ada izin khusus jika ingin memotret, dan harus didampingi petugas," lanjut Riri. 

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved