Lansia Tangguh di Lereng Merapi, Pikul Beban Puluhan Kilogram Meniti Jalur Terjal Berkelok

Mbah Prono Tukinem namanya. Ia warga Dusun Balerante, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang. Dusun ini letaknya di sisi tenggara Gunung Merapi

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumarga
Mbah Prono Tukinem namanya. Ia warga Dusun Balerante, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang. Dusun ini letaknya di sisi tenggara Gunung Merapi. 

Kaki-kaki Kokoh Mbah Prono Tukinem dari Lereng Gunung Merapi

LANGKAH kaki-kaki mungil itu tampak ringan. Beralas sandal jepit, perempuan berkerudung merah marun itu meniti turunan jalan setapak menuju dasar Kali Talang, Jumat (8/3/2019) pagi.

Mbah Prono Tukinem namanya. Ia warga Dusun Balerante, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang. Dusun ini letaknya di sisi tenggara Gunung Merapi.

Jarak dari puncak ke dusun ini sekitar 4,5 kilometer. Hawa terasa sejuk, sinar matahari di langit timur masih tertahan awan.

Puncak Gunung Merapi di utara sangat jelas dan tampak garang membuka mulut kawahnya ke selatan. Pagi itu Mbah Prono bergegas ke kawasan hutan Taman Nasional Gunung Merapi.

Mbah Prono menjalani aktivitasnya sehari-hari dengan mencari rumput di lereng merapi
Mbah Prono menjalani aktivitasnya sehari-hari dengan mencari rumput di lereng merapi (TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumarga)

Tangan kanannya menggenggam sabit tajam, tangan kirinya menenteng tali panjang plastik (tali tampar). Selendang melingkar di bahunya.

“Mugut Mas, ke atas sana,” kata Mbah Prono kepada Tribunjogja.com.

“Saya ikut naik ya Mbah?” “Lha apa tidak capek,” tanyanya balik. Dialog singkat berujung langkah-langkah kecil menuruni lereng menuju dasar Kali Talang.

Kali Talang ini anak sungai yang ujungnya bertemu aliran Kali Woro di sebelah timur Dusun Balerante. Disebut Kali Talang karena di sungai itu ada jeram dalam memanjang berbentuk seperti talang air.

Nenek di Lereng Merapi, Meniti Ribuan Anak Tangga Sambil Pikul Tumpukan Jerami

Menuju lahan rumput yang hendak dipanen Mbah Prono, memang harus menyeberangi aliran Kali Talang. Kebetulan aliran saat itu kering kerontang. Dari jejaknya, banjir besar pernah terjadi di aliran sungai ini.

Jejak aliran lava cair dari Merapi, entah masa mana, tapi kemungkinan masa Merapi purba, juga bisa dilihat lewat mata telanjang. Lava bekunya memanjang di kiri kanan alur sungai.

Tangannya cekatan mengarit rumput kemudian membawanya dengan dipikul
Tangannya cekatan mengarit rumput kemudian membawanya dengan dipikul (TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumarga)

Meniti jalan setapak yang juga digunakan jalur motor warga yang hendak merumput atau mencari kayu bakar di lereng gunung. Sembari berjalan, Mbah Prono berbagi cerita.

“Bapaknya sudah tidak ada,” akunya dalam Bahasa Jawa yang medok. “Anak saya ada lima, yang bungsu di rumah, sudah selesai sekolahnya,” lanjutnya.

Warga Lereng Merapi Hidup dengan Catur Gatra Ngadepi Bebaya

Mugut atau merumput sudah dijalaninya sejak sebelum menikah hingga usianya sekarang sudah 56 tahun. “Sudah lupa saya berapa tahun rutinitas begini,” katanya.

“Sapi saya satu ekor saja. Sapi Jawa. Sudah tidak kuat Mas badan saya kalau banyak-banyak. Apalagi memelihara sapi perah, berat,” kata janda yang almarhum suaminya dari Magelang ini.

Mbah Prono beristirahat menghadap ke arah Gunung Merapi
Mbah Prono beristirahat menghadap ke arah Gunung Merapi (TRIBUNJOGJA.com | Setya Krisna Sumarga)

Jarak menuju ke lokasi mugut Mbah Prono setelah turunan ke dasar Kali Talang, lalu menanjak terjal, berkelok-kelok, sampai bertemu dataran, sebelum menanjak berkelok-kelok lagi.

Jarak dari spot wisata Kali Talang ke lokasi ini sekitar 1,5 kilometer. Namun terjal dan sempitnya jalan setapak, perjalanan ini sangat menguras tenaga.

Kisah Pejuang Lingkungan dari Magelang yang Hidupkan Lagi Ratusan Mata Air di Lereng Merapi

Napas bisa tersengal-sengal, megap-megap, jantung bekerja jauh lebih keras dari normalnya. Otot paha terasa pegal dan lutut lemas setelah meniti tiga tanjakan nyaris tanpa bonus jalan datar.

Tidak takut Merapi sedang aktif? “Sudah biasa Mas. Buat warga sini, tidak ada pilihan, yang penting selalu waspada dan memperhatikan gunungnya,” kata Mbah Prono Tukinem menjelang sampai lokasi mugut.

“Kalau gunungnya ngebul, ya kita tidak ke sini,” lanjutnya berusaha menjelaskan situasi jika ada awan panas atau guguran material di puncak Merapi.

Penampakan Puncak Gunung Merapi Seusai Luncurkan Awan Panas dan Mengenali Karakteristiknya

“Pagi ini sepertinya anteng itu,” ujar Mbah Prono seraya mengacungkan sabitnya ke arah puncak gunung di utara.

Cericit suara burung dan kicauan burung tengkek menyambut kedatangan Mbah Prono di lahan yang hendak ia ambil rumputnya. Bunyi kesiur angin sesekali menderu dari arah jurang Kali Woro.

Rupanya di sekitar lokasi sudah ada dua warga lain sedang memotong rumput liar setinggi dada orang dewasa. Lahan ini dulunya, sebelum erupsi 2010, bervegetasi pohon pinus cukup rapat.

Kisah Lansia di Kulonprogo Tiap Hari Ngonthel Belasan Kilometer Antar Anaknya yang Down Syndrome

Tapi terjangan awan panas meluluhlantakkan lereng-lereng perbukitan di kiri kanan Kali Woro. Sebagian material awan piroklastika Merapi menggasak kawasan ini, selain menghanguskan di jalur Kali Gendol di sebelah barat.

Sesudah 2010, lahan berubah total. Hanya ada tanaman perdu, rumput liar, dan pepohonan kecil-kecil yang juga tumbuh liar. Tidak ada lagi pinus dan tanaman keras lainnya.

Mbah Prono langsung sigap memotong rumput, merapikannya, menata satu demi satu ikatan. Tumpukan rumput yang telah dipotong dan dipangkas bagian batang akarnya itu ditata rapi.

Tangan Mbah Prono sangat tangkas. Hanya dalam waktu sekitar 15 menit, rumput yang dipotongnya sudah menggunung. "Namanya rumput tebe. Ada juga yang nyebut rumput mawur," jelasnya.

Kisah Mbah Lasiyo Syaifudin, Sang Profesor Pisang dari Bantul yang Berbagi Ilmu hingga Italia

Ia menata ulang dan menyatukan rumput itu dalam satu ikatan besar. Orang Jawa menyebutnya “mbongkoki”. Saat coba diangkat, bobot ikatan rumput itu lebih kurang 50 kilogram.

Nyaris tanpa pernah istirahat, menggunakan tali selendangnya, Mbah Prono menggendong “bongkokan” rumput itu ke tepi jalan setapak.

Ikatan besar rumput itu diturunkannya perlahan dari gendongan. Tanpa bantuan siapa-siapa, ia berjongkok, memindahkan tumpuan ikatan rumput itu ke kepalanya.

Ia berdiri, menyunggi seikat besar rumput, lalu perlahan berjalan pulang menyusuri jalan setapak. Kali ini perjalanan lebih banyak menuruni lereng bukit.

Kisah Mbah Tuyem, Gigih Bekerja di Usia Senja

Sebagian besar curam. Kaki-kaki kecil Mbah Prono kokoh menyangga tubuh mungil dan sebongkok rumput untuk pakan ternaknya di rumah.

Sandal jepit yang tadi jadi alas, dicopot dan ditenteng di tangan kiri sembari memegangi ikatan rumput yang disungginya. Kepala Mbah Prono selalu tegak menjaga keseimbangan.

Tidak berhenti istirahat dulu Mbah? “ Nanti di atas sana, dekat motor Masnya!” jawabnya. Suara Mbah Prono sama sekali tak terdengar bergetar, atau napasnya memburu. Ia tak tampak letih.

Setelah melewati turunan curam ke dasar Kali Talang, Mbah Prono terus melaju kini meniti sebuah tanjakan sebelum sampai ke tikungan jalan agak datar.

Tanjakan terakhir tampak di kejauhan, cukup terjal menyisir lereng tebing Kali Talang. Mbah Prono terus berjalan sembari menyunggi rumput.

Nenekku Pahlawanku, Kisah Heroik Nenek Nur Janna Berkorban Nyawa Selamatkan Cucu Tersayang

Kaki-kaki mungilnya yang telanjang tanpa alas masih tampak kokoh menapak jalan setapak berpasir dan kerikil. Di ujung atas tanjakan, barulah Mbah Prono menurunkan rumput yang disungginya.

Ia mencari tempat duduk selonjoran di sisi jalan, sembari memandang puncak selatan Merapi yang masih terlihat kekar di atas sana. Ia istirahat dan menghirup hawa segar pegunungan.

Dua warga menyusul dari arah bawah, menunggang motor sembari memboncengkan ikatan-ikatan besar rumput tebe.

Suaranya menderu memekakkan telinga. Dusun Balerante masih nun jauh di bawah sana.(Tribunjogja.com/xna)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved