Kerang Hijau Berbahaya Bisa Picu Kanker karena Tercemar Logam Berat
Logam berat yang mencemari membuat biota laut berbahaya untuk dikonsumsi. Logam tersebut dapat memicu penyakit kanker dan penyakit degeneratif
TRIBUNJOGJA.COM - Logam berat yang mencemari membuat biota laut di kawasan Teluk Jakarta berbahaya untuk dikonsumsi.
Menurut Guru Besar Bidang Ekobiologi dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (IPB) Etty Riani, logam tersebut dapat memicu penyakit kanker dan penyakit degeneratif non-kanker bagi manusia yang mengonsumsinya.
"Kalau untuk kerang hijau, batasnya 0,002 kilogram per minggu, itu batas makan kerang hijau untuk anak-anak dilihat dari kandungan logam Pb (timbal). Selebihnya akan sangat berpotensi terkena penyakit," ucap Etty, Senin (25/2/2019).
Sedangkan kalau dilihat dari kandungan Hg (merkuri)-nya hanya boleh 0,002 kilogram per minggu dan jika dilihat dari Cd (Kadmium) boleh sampai dengan 0,024 kilogram per minggu.
Etty melakukan penelitian di Teluk Jakarta bertahun-tahun. Berdasarkan hasil penelitiannya, pencemaran logam berat tersebut berasal dari limbah domestik dan limbah pabrik industri yang dibuang ke sungai.
Ia mengatakan, kadar zat logam berat yang ada di ikan berbeda dengan kerang. Di ikan dari Teluk Jakarta, menurut dia, hanya ada kandungan logam berat timbal (Pb) dan merkuri (Hg).
Sementara itu, pada kerang hijau, hampir semua logam berat ada di dalamnya. "Yakni Hg (merkuri), Cd (kadmium), Pb (timbal), Cr (krom), dan Sn (timah) yang tinggi sehingga membahayakan," ujar Etty.
Atas dasar itulah ia tidak menyarankan untuk mengonsumsi kerang hijau dari Teluk Jakarta. Kendati demikian, kata dia, tidak semua kerang hijau tercemar logam berat.
"Kerang hijau yang di Cirebon masih bagus kok," ucap dia.
Ia juga mengatakan, tingginya kadar logam berat di kerang hijau dikarenakan kemampuan tubuh kerang tersebut mengikat logam berat.
Ini berbeda dengan kerang bulu di Teluk Jakarta yang disebutnya mengandung kadar logam berat yang rendah.
Etty juga mengatakan, tidak semua ikan di Teluk Jakarta dilarang untuk dimakan. Selama kadar logam beratnya tidak terlalu tinggi, ikan tersebut masih aman dikonsumsi.
Ia pun menyarankan adanya pengawasan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang dapat mengolah bahan-bahan organik mudah urai.