Mengenang Tony Prasetiantono: Antara Ekonomi dan Penggemar Jazz

Tony berpulang pada usia 56 tahun, Rabu (16/1/2019) malam, di Jakarta. Jenazahnya lalu diterbangkan ke Yogyakarta

Editor: iwanoganapriansyah
Kompas Images/Kristianto Purnomo
Tony Prasetiantono 

Dalam konser-konser yang ia selenggarakan, Tony pernah mengundang sejumlah kelompok musik legendaris Indonesia, misalnya Karimata, Krakatau, Emerald, Elfa’s Singer, dan sebagainya. Para musisi kawakan Indonesia, sebut saja Embong Rahardjo, Tri Utami, Ruth Sahanaya, Harvey Maliholo, Tohpati, Syaharani, Mus Mujiono, Ireng Maulana, dan Idang Rasjidi, juga pernah tampil dalam konser yang dipromotori Tony.

Sejak tahun 2011, Tony mulai berani menghadirkan musisi jazz kelas dunia. Dalam kurun waktu 2011-2018, Tony telah mengundang sejumlah musisi jazz internasional, dari Michael Paulo, David Benoit, Casiopea, Lee Ritenour, Phil Perry, Dave Koz, Peabo Bryson, Patti Austin, hingga Bob James.

Dalam sebuah kesempatan, Tony mengisahkan, saat ia mulai menggelar Economics Jazz Live tahun 1987, sebagian masyarakat Indonesia sedang gandrung pada genre musik jazz fusion. Ini adalah jenis musik jazz yang “tak murni” karena menggabungkan jazz dengan unsur musik lain seperti rock, funk, dan soul.

“Waktu saya membuat Economics Jazz Live tahun 1987, Indonesia sedang senang-senangnya aliran musik yang sebetulnya enggak jazz betul. Namanya jazz fusion. Di Indonesia, salah satu tokohnya adalah Karimata, di Jepang ada Casiopea, di Amerika ada Yellowjackets, kemudian di Eropa ada Mezzoforte,” kata Tony saat konferensi pers UGM Jazz 2018, Jumat (2/11/2018), di Yogyakarta.

Kegandrungan itulah yang akhirnya membuat Tony memilih menghadirkan banyak musisi jazz fusion dalam konser-konser yang ia promotori. Pilihan itu juga didasari keyakinan bahwa karya musisi jazz fusion lebih komunikatif dan mudah dicerna sehingga lebih mudah menarik minat masyarakat Indonesia.

Barangkali karena itu pula, Tony juga memilih menghadirkan Patti Austin yang punya sejumlah lagu bernuansa ngepop dan Bob James yang dikenal dengan musik smooth jazz yang easy listening.

Dalam konsernya beberapa tahun terakhir, Tony juga mengundang penyanyi muda Indonesia yang tengah tenar, seperti Raisa, Isyana Sarasvati, juga Kunto Aji. Pilihan itu diambil untuk menarik lebih banyak anak muda untuk menonton konser Economics Jazz Live.

Namun, terlepas dari pilihan dan preferensi musiknya, Tony tetap mempertahankan ciri khas Economics Jazz Live, yakni harga tiket yang terjangkau. Meski sejak tahun 2011 selalu menghadirkan bintang jazz dunia, tiket konser tersebut selalu dijual dengan harga relatif murah dibanding konser musik lain yang juga menghadirkan musisi internasional.

Pada tahun 2018, misalnya, tiket konser UGM Jazz dijual dengan harga Rp 200.000 sampai Rp 800.000. Itulah kenapa konser musik yang diinisiasi Tony tersebut lalu dikenal sebagai konser musik internasional, tetapi tiketnya dijual dengan ”harga angkringan”.

Dengan dedikasi besarnya pada musik jazz, kepergian Tony tentu tak hanya ditangisi kalangan ekonom di Indonesia. Para penggemar jazz di Tanah Air pastilah juga merasa kehilangan salah satu promotor jazz terbaik di Indonesia itu. (Kompas.ID)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved