Bantul
Dinas Sosial Bantul Dibanjiri Proposal Bantuan Rumah Tidak Layak Huni
Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Bantul menerima sedikitnya 319 proposal permintaan bantuan RTLH.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Hari Susmayanti
Laporan Reporter Tribun Jogja Ahmad Syarifudin
TRIBUNJOGJA.COM - Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Kabupaten Bantul menerima sedikitnya 319 proposal permintaan bantuan untuk pengajuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) untuk tahun 2019. Dari jumlah itu sebagian di antaranya telah gugur seleksi.
"Tahun 2019 proposal masuk untuk RTLH ada 319. Proposal itu telah diseleksi dan menjadi 200. Saat ini masih setengah proses," kata Kepala Dinas Sosial P3A Bantul, Eddy Susanto, saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (14/1/2019)
Dijelaskan Eddy, seleksi proposal bantuan RTLH prosesnya cukup ketat. Ada dua verifikasi dan validasi data untuk memastikan bahwa program bantuan tersebut bermanfaat dan tepat sasaran.
Nantinya, proposal yang telah lolos seleksi dan berhak menerima bantuan RTLH berhak mendapatkan uang senilai Rp 15 juta. Uang itu digunakan sebagai stimulan memperbaiki rumah yang dianggap tidak layak.
Baca: Terkait Demo Warga Tonggor, Ketua Komisi C DPRD Gunungkidul: Regulasi Harus Dipenuhi Terlebih Dulu
Baca: Curi Puluhan Batik, Pemuda Asal Banyuwangi Digelandang ke Kantor Polisi
"Prosesnya itu dari usulan proposal masuk. Kita verifikasi dan cek validasinya. Kemudian menjelang pencairan ada verifikasi ulang. Cukup ketat," tutur dia.
Dijelaskan Eddy, sepanjang tahun 2018, Dinas Sosial P3A sudah mengusulkan dan ditetapkan SK untuk bantuan RTLH di Kabupaten Bantul sebanyak 131 rumah.
Rumah tersebut tersebar di seluruh Kecamatan. Namun, berjalannya waktu ada 14 rumah di antaranya gugur karena dianggap tidak memenuhi syarat menerima bantuan.
Baca: Terdakwa Kasus Politik Uang di Bantul Dituntut 2 Bulan Penjara
Semisal penerima RTLH telah meninggal dunia. Tidak ada ahli waris, sehingga pencairan dana tidak diberikan. Atau ada juga rumah yang belum memiliki sertifikat.
"Termasuk juga rumah yang menempati kas desa. Bukan kepemilikan sendiri sehingga tidak bisa kita cairkan," ungkap dia. (tribunjogja)