Yogyakarta

Pembangunan Fasad Malioboro Urung Dilaksanakan Tahun Ini

Hal ini lantaran Pemprov tengah menyiapkan regulasi terkait pembiayaan fasad dan juga konsentrasi penataan lansekap lahan eks bioskop Indra

Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ari Nugroho
Tribun Jogja/ Rizki Halim
Ilustrasi: Sejumlah wisatawan berjalan-jalan di kawasan Malioboro, Sabtu (12/5/2018) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pembangunan fasad bangunan di sekitar kawasan Malioboro dimungkinkan urung dilakukan tahun ini.

Hal ini lantaran Pemerintah Provinsi tengah menyiapkan regulasi terkait pembiayaan fasad dan juga konsentrasi penataan lansekap lahan eks bioskop Indra.

"Untuk pembangunan dan penataan fasad mungkin belum tahun ini. Kami tengah menyusun regulasi untuk pembiayaan fasad ini bagaimana mekanismenya," kata Kepala Dinas PUP ESDM DIY Hananto saat ditemui di Kepatihan, Rabu (9/1/2019).

Regulasi terkait subsidi pemerintah terkait pembiayaan bangunan milik pribadi yang berada di kawasan Malioboro.

Regulasi dimungkinkan nanti berupa Pergub yang akan memuat detail terkait penataan bangunan dan subsidi pemerintah.

Baca: Patung Bedjokarto di Malioboro Mendapat Tanggapan Positif dari Wisatawan

Pihaknya juga meminta Paniradyo Keistimewaan untuk merumuskan itu, kalau tidak ada aturan, ujar dia, dasar pemberian uang untuk fasad tidak jelas.

Pasalnya, setiap uang yang keluar dari pemerintah harus ada regulasinya.

"Pada 2019 ini, kami masih menyusun perencanaan untuk penataan fasad, apalagi tidak hanya menjadi tugas Dinas PUP ESDM namun juga pariwisata dan kebudayaan serta stakeholder lain," jelasnya.

Untuk tahun ini pihaknya masih akan berkonsentrasi pada penataan lanskap lahan di eks bioskop Indra.

Sehingga belum bisa memastikan waktu akan dimulainya penyeragaman muka bangunan kawasan Malioboro.

Kepala Bidang Cipta Karya Dinas PUP-ESDM DIY Muhammad Mansur juga menegaskan regulasi yang disiapkan ini nantinya berupa Pergub.

Pergub ini nantinya akan mengatur insentif yang memberikan kewenangan kepada pemilik bangunan untuk merubah sesuai dengan spesifikasi bangunan yang ditentukan pemerintah.

Dia menambahkan, penataan fasad baik yang sifatnya benda cagar budaya (BCB) maupun non BCB. Sehingga perumusan fasad harus menyesuaikan dengan Perdais tata ruang.

"Maka, saat ini dibutuhkan aturan terkait insentif atau dukungan pemerintah jika bangunan milik pribadi," urainya.

Baca: Eks Gedung Dispar DIY di Jalan Malioboro Akan Dijadikan Galeri

Dalam penataan itu memungkinkan memberi kewenangan kepada pemilik namun spesifikasi bangunan ditentukan oleh pemerintah.

Tujuannya agar fasad Malioboro seragan sesuai dengan tema bangunan yang mengacu pada warisan budaya.

Tidak Mencolok

Pelaksana Harian Unit Manajemen Tim Pelaksana Percepatan Pembangunan Prioritas (TP5) DIY, Rani Sjamsinarsi sebelumnya menjelaskan, ada sejumlah fasad yang akan dikembalikan seperti bentuk semula dan ada yang dimodifikasi.

Bangunan di kawasan Malioboro ini nantinya memang akan disesuaikan dengan konsep bangunan yang sesuai dengan sejarahnya.

"Nanti ada yang dimodifikasi atau dibangun senada. Contoh seperti kantor Bank Indonesia yang dibangun senada dengan kantor pos di dekat titik nol," ujar Rani.

Bangunan di kawasan titik nol, kata dia disesuaikan dengan beberapa bangunan cagar budaya yang ada.

Di kawasan tersebut banyak bangunan peninggalan masa kolonial Belanda.

Sementara, di kawasan Malioboro juga ada beberapa unsur budaya.

Diantaranya, adalah unsur Jawa, Tiongkok dan Kolonial.

Namun, saat ini sejumlah fasad sudah dibangun dalam bentuk modern.

Konsep fasad dan bangunan ke depan, ujar Rani, tidak diperbolehkan dengan warna yang mencolok.

Warna yang dimaksud nantinya adalah warna seragam yang memberikan kesan adem dan tenang.

Baca: Lima Tempat Makan yang Patut Dicoba saat Jalan-jalan ke Kawasan Malioboro Yogyakarta

Konsep warna ini, papar Rani sudah dipelajari tim proyek revitalisasi.

Hal ini dengan melihat contoh penataan bangunan di negara Jepang.

"Di sana restoran cepat saji pun warnanya tidak mencolok. Adem dan tidak warna hijau, kuning, merah yang mencolok," ujar Rani.

Di samping pewarnaan yang tidak mencolok, di bangunan gedung juga tidak ada kabel listrik.

Selain itu juga dipercantik dengan pepohonan yang tidak terlalu tinggi.

Meski demikian, Rani belum bisa memastikan apakah penyamaan fasad dan bangunan ini sebagian akan dibiayai pemerintah.

Jika memang dimungkinkan ada biaya dari pemerintah, bantuan mungkin tidak diberikan secara full lantaran bangunan bukan herritage.

"Apalagi pemilik bangunan di sana juga bukan masyarakat berpenghasilan rendah," ulasnya.

Untuk pengaturan fasad ini, regulasi yang bisa digunakan diantaranya adalah Undang-Undang Keistimewaan. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved