Yogyakarta

Pelestarian Budaya dalam Dhaup Ageng Pakualaman

Acara Dhaup Ageng yang digelar di Puro Pakualaman tidak hanya menjadi perekat cinta antara BPH Kusumo Bimantoro dengan dr Maya Lakshita Noorya.

Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Bramasto Adhy
DHAUP AGENG - Dhaup ageng BPH Kusumo Bimantoro dengan Maya Lakshita Noorya di Puro Pakualaman, Yogyakarta, Sabtu (5/1/2019). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Acara Dhaup Ageng yang digelar di Puro Pakualaman tidak hanya menjadi perekat cinta antara BPH Kusumo Bimantoro dengan dr Maya Lakshita Noorya.

Namun, acara ini menjadi salah satu simbol pelestarian budaya Jawa yang adiluhung.

Dalam acara resepsi ini memang ditampilkan lima beksan. Untuk acara resepsi 5 Januari 2019 ditampilkan tiga beksan, yakni Bedhaya Kembang Mas, Beksan Wijayakusumajana, dan Beksan Puri Melati. Sementara pada hari Minggu (6/1/2019) ini ditampilkan dua beksan yakni Golek Prabudenta dan Beksan Lawung Alit.

Bedhaya Kembang Mas ini diciptakan secara khusus oleh KGPAA Paku Alam X untuk mempelai.

Bedhaya di samping menggambarkan beberapa fase pertemuan calon pengantin hingga upacara perkawinan juga berisi doa dan harapan agar pasangan pengantin menjadi pasangan lestari yang dikaruniai kesejahteraan dan kemuliaan.

Sementara untuk acara upacara panggih pengantin menggunakan rias paes Ageng yang berkiblat pada tata rias Karaton Ngayogyakarta.

Namun demikian, tetap mengedepankan ciri khas tata rias pengantin gaya Pakualaman.

Baca: Kerukunan dan Kelestarian Budaya dalam Prosesi Dhaup Ageng Puro Pakualaman Yogyakarta

Corak paes ageng memiliki nama lain seperti busana basahan, kebesaran corak basahan, Kampuh Ageng, Basahan.

Untuk rangkaian acara pun dimulai dari upacara Bucalan, Wilujengan, Nyekar Para Leluhur, Majang pasang Tarub dan tuwuhan, Sengkeran/nyantri, umbul donga puja Hastungkara, siraman badhe temanten pawestri, siraman badhe temanten kakung, dan lainnya.

“Ada beberapa pakem Jawa yang memang berbeda dengan pernikahan masyarakat kebanyakan. Seperti acara panggih, kacar kucur yang dilaksanakan secara privat di gedong tersendiri, kalau di masyarakat umum disaksikan di pelaminan,” ujar Mas Ngabehi Citro Panambang, tim pranatan lampah-lampah Dhaup Ageng Pura Pakualaman kepada wartawan usai acara resepsi Dhaup Ageng, Sabtu (5/1/2019).

Acara panggih dan resepsi ini diselenggarakan di bangunan utama istana Pakualaman, yaitu Bangsal Sewantana.

Sebagaimana diketahui, bangsal ini hanya digunakan untuk beberapa peristiwa yang dianggap penting seperti Jumeneng Dalem, Ngabekten, serta jamuan istana untuk tamu khusus baik dari dalam maupun luar negeri.

Citro Panambang yang memiliki nama asli Muhammad Bagus Febriyanto ini mengatakan, dalam acara ini pun pengantin harus melaksanakan ritual puasa satu hari sebelum acara pernikahan.

Yakni, selama midodareni hingga sebelum panggih.

Sesudah panggih, mereka boleh membuka puasa mereka.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved