Dua Letusan Gunung Api di Indonesia yang Lebih Dahsyat dari Erupsi Gunung Krakatau 1883
Sedemikian dahsyatnya letusan tersebut namun masih ada dua gunung api di Indonesia yang letusannya jauh lebih dahsyat dari erupsi Gunung Krakatau 1883
Penulis: Mona Kriesdinar | Editor: Mona Kriesdinar
Kini para sejarawan kian percaya bahwa Gunung Tambora di Pulau Sumbawa yang meletus dua bulan sebelum peperangan itulah yang telah mengantarkan dunia pada 'Tahun Tanpa Musim Panas' pada 1816. Akibat letusan itulah turun hujan lebat di Eropa hingga menguntungkan pasukan sekutu dalam mengalahkan Napoleon Bonaparte.
Temuan ini dipublikasikan hari Rabu (22/8) dalam Jurnal Geologi.
Inilah Citra Satelit Longsoran Tebing Kawah Gunung Anak Krakatau, 64 ha Longsor Sebelum Tsunami
Karya tulis tersebut menunjukkan bahwa letusan telah menghempaskan abu jauh lebih tinggi dari yang diperkirakan sebelumnya ke atmosfer - hingga 100 kilometer di atas tanah.
"Penelitian saya, bagaimanapun, menunjukkan bahwa abu vulkanik dapat didorong ke atmosfer oleh kekuatan listrik," ungkap Dr Grenge.
Serangkaian percobaan menunjukkan bahwa kekuatan elektrostatik dapat mengangkat abu jauh lebih tinggi daripada dengan daya apung sendiri.
Dr Genge menciptakan sebuah model untuk menghitung seberapa jauh abu vulkanik yang bermuatan bisa naik, dan menemukan bahwa partikel yang lebih kecil dari 0,2 juta meter dalam diameter bisa mencapai ionosfer selama erupsi besar.
Gumpalan dan abu vulkanik keduanya dapat memiliki muatan listrik negatif dan dengan demikian mendorongnya tinggi di atmosfer. Efeknya sangat mirip seperti dua magnet didorong menjauh satu sama lain jika kutub mereka cocok," tambahnya.
FOTO-FOTO : Dahsyatnya Letusan Gunung Anak Krakatau dari Udara
Hasil eksperimen ini konsisten dengan catatan sejarah dari letusan lainnya.
Lantaran minimnya catatan cuaca di tahun 1815, jadi untuk menguji teorinya, Dr Genge memeriksa catatan cuaca setelah letusan 1883 gunung berapi Indonesia lainnya, yakni Gunung Krakatau.
Data menunjukkan suhu rata-rata yang lebih rendah dan mengurangi curah hujan segera setelah letusan dimulai, dan curah hujan global lebih rendah selama letusan daripada periode sebelum atau sesudahnya.
Dia juga menemukan laporan gangguan ionosfer setelah letusan Gunung Pinatubo pada tahun 1991, Filipina, yang mungkin disebabkan oleh abu bermuatan di ionosfer dari gunung api.
Selain itu, tipe awan khusus, yakni awan noctilucent muncul lebih sering daripada biasanya setelah letusan Krakatau.
Dr Genge mengemukakan bahwa awan ini memberikan bukti pada terangkatnya debu elektrostatik dari letusan gunung berapi besar.
Dr Genge mengatakan: 'Vigo Hugo dalam novel Les Miserables berkata tentang Pertempuran Waterloo:' langit yang sangat gelap yang cukup untuk membawa runtuhnya Dunia. Sekarang kita selangkah lebih dekat untuk memahami bagian Tambora dalam Pertempuran itu,"
Pertempuran Waterloo