Dua Letusan Gunung Api di Indonesia yang Lebih Dahsyat dari Erupsi Gunung Krakatau 1883

Sedemikian dahsyatnya letusan tersebut namun masih ada dua gunung api di Indonesia yang letusannya jauh lebih dahsyat dari erupsi Gunung Krakatau 1883

Penulis: Mona Kriesdinar | Editor: Mona Kriesdinar
NET
Ilustrasi erupsi gunung api 

Pertempuran Waterloo, berlangsung di Belgia pada 18 Juni 1815. Perang ini menandai kekalahan terakhir Napoleon Bonaparte, yang telah menaklukkan sebagian besar Eropa pada awal abad ke-19.

Adapun pertempuran Waterloo terjadi antara Wellington, dengan tentara Inggris dan Sekutunya, dan Napoleon dengan Garda Kerajaan Prancisnya. Mereka melawan satu sama lain dalam pertempuran yang bisa menentukan akhir dari konflik berdarah selama 20 tahun di benua itu.

Napoleon naik melalui jajaran tentara Perancis selama Revolusi Perancis, menguasai pemerintahan Prancis pada 1799 dan menjadi kaisar pada tahun 1804.

Melalui serangkaian perang, ia memperluas kerajaannya di Eropa barat dan tengah.

Pertempuran Waterloo, di mana pasukan Napoleon dikalahkan oleh Inggris dan Prusia, menandai berakhirnya pemerintahannya dan dominasi Prancis di Eropa.

Wellington kalah jumlah - sekitar 68.000 pasukan Sekutu versus 72.000 dari Napoleon.

Letusan Kaldera Toba

Kaldera Toba meletus sekitar 73 ribu tahun lalu, dalam skala VEI letusannya mencapai 8.

Sebagai gambaran skala VEI yang dibuat oleh Chris Newhall dan Stephen Self pada 1982 membantu menentukan ledakan relatif dari letusan gunung berapi: disebut Volcanic Explosivity Index (VEI). Meskipun VEI mempertimbangkan volume total material yang dikeluarkan, VEI tidak mempertimbangkan sifat material ini (ia mengabaikan kepadatannya secara khusus).

VEI tergantung pada volume keseluruhan letusan, tingginya, dan berapa lama berlangsung. Ini adalah skala logaritmik yang berkisar dari 0 hingga 8: ini berarti bahwa VEI 8 sepuluh kali lebih kuat daripada VEI 7, dan seratus kali lebih kuat daripada VEI 6.

Letusan kaldera Toba terjadi secara eksplosif dan begitu instan sehingga menciptakan ketidakseimbangan besar dalam iklim global. Suhu rata-rata permukaan bola bumi turun setidaknya 3˚C karena abu di atmosfer.
Perubahan iklim seperti itu dalam waktu singkat dianggap bertanggung jawab atas hambatan dalam evolusi manusia: populasi manusia mungkin telah berkurang menjadi beberapa ribu orang hanya pada waktu itu. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved