Yogyakarta

Hingga November, BNNP DIY Telah Ungkap 23 Kasus Narkoba Jenis Sabu

Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DIY hingga November 2018 telah menjaring setidaknya 23 kasus narkoba berjenis sabu-sabu.

Editor: Ari Nugroho
IST
Stop Narkoba! 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Yosef Leon Pinsker

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DIY hingga November 2018 telah menjaring setidaknya 23 kasus narkoba berjenis sabu-sabu.

Kepala Bidang Pemberantasan Narkoba BNNP DIY, AKBP Sudaryoko saat dikonfirmasi Tribun Jogja, Jumat (23/11/2018) malam menjelaskan, semua perkara yang ditangani tersebut setidaknya telah memasuki proses masa persidangan.

Kondisi ini, dikatakan Sudaryoko tidak beda jauh dibandingkan dengan posisi November 2017 lalu, dimana pihaknya kurang lebih juga telah mengungkap kasus terkait peredaran sabu dengan jumlah yang hampir serupa.

"Hampir dipastikan seimbang, karena permintaan dari pengguna tetap ada maka jaringan pengedar tetap bermain," urai dia.

Baca: Hingga Agustus, BNNP DIY Musnahkan 6 Kilogram Narkoba

Dari seluruh kasus, penangkapan warga negara Thailand pada akhir Juli lalu, masih menjadi yang terbesar yakni seberat 1,108 kg.

Pola-pola pengedaran yang dilakukan, diakui dia tetap masih mengunakan cara lama. Sabu dipaketkan kedalam bungkusan kecil sehingga memudahkan pengguna dalam bertransaksi.

"Mereka (pengedar-red) itu sifatnya menunggu, bisa dilihat kita menangkap kebanyakan dari daerah perbatasan seperti Sukoharjo, Magelang, Temanggung, daerah perbatasan rata-rata," kata dia.

Pengguna, sambung dia, berkomunikasi dengan pengedar yang telah lebih dulu menunggu di wilayah perbatasan, sehingga wilayah Jawa Tengah bisa dikatakan merupakan pintu masuk narkoba ke wilayah DIY.

"Pokoknya diluar kota, diluar DIY. TKP kita juga rata-rata bukan di wilayah sini. Seminggu yang lalu di Delanggu, ada juga di Kartosuro," tambah dia.

Baca: Awasi Penyalahgunaan Narkotika, UII dan BNN Jalin Kerjasama

Meskipun begitu, wilayah DIY seperti Kasihan, Bantul, Depok, Sleman menjadi daerah yang mempunyai kecenderungan rawan peredaran narkoba terkhusus sabu.

"Maka dari itu upaya-upaya antisipasi tetap kita lakukan, apalagi menjelang akhir tahun mendatang. Kita akan sisir dan perketat pengawasan di tempat-tempat hiburan malam," pungkasnya.

Jadi Komoditas Ekonomi yang Menggiurkan

Kriminolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Suprapto menilai, maraknya peredaran narkoba di wilayah DIY bisa ditimbang lewat dua sisi yang saling berhubungan, baik penjual (pengedar) maupun pembeli (pengguna).

Dari sisi penjual, Suprapto beranggapan bahwa, maraknya peredaran tersebut diakibatkan karena penjual masih tergiur dengan keuntungan ekonomi yang ditawarkan lewat transaksi barang haram tersebut.

"Mereka (penjual-red) melihat narkoba sebagai komoditas ekonomi yang bisa memberikan keuntungan hingga 300 persen dibanding dengan transaksi jual-beli barang biasa," kata dia.

Baca: Polisi Bongkar Peredaran Gelap Narkotika di Kota Magelang, 6 Tersangka Dibekuk

Oleh karena itu, meskipun sanksi hukum yang diberikan cukup berat bagi para pengedar, hal itu dinilai tidak terlalu cukup berpengaruh akibat keuntungan yang ditawarkan dan menjadi jalan pintas untuk menarik pengedar-pengedar lain.

Selain itu, Suprapto berpendapat, sebagai salah satu dari enam jenis yang tergolong kedalam transnasional crime, seharusnya penanganan tindakan kriminal tersebut mesti melibatkan interpol (Organisasi Polisi Kriminalitas Internasional) dalam upaya pemberantasan maupun penanggulangannya.

"Kalau tidak, kemungkinan akan sulit untuk diatasi, karena sudah melibatkan jaringan lintas negara," tambahnya.

Kemudian dari sisi pengguna, Ia menjelaskan bahwa, pengedar akan selalu berusaha untuk memperluas ceruk pasar ke berbagai segmen masyarakat, baik remaja mahasiswa, ibu-ibu, bahkan menyasar wilayah pedesaan.

Baca: Kejari Kota Yogyakarta Musnahkan Barang Bukti Narkotika 4 Kg

Disamping itu, hal ini dianggapnya sebagai upaya dari pengedar untuk menyasar kalangan yang belum teredukasi tentang bahaya yang ditimbulkan oleh narkoba, serta faktor pengawasan yang kurang.

"Penggunaaan narkoba juga sebagai salah satu bentuk kompensasi pikiran dan perasaan dari pemakai ketika mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup yang meningkat," urainya.

"Fungsi kontrol dari lembaga yang seharusnya memproteksi seperti orangtua dan sekolah berkurang sehingga pengedar bisa menyasar kalangan pelajar dan remaja putus sekolah," sambung dia. (TRIBUNJOGJA.COM)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved