Temuan Fosil di Situs Semedo Tegal
Kingkong dari Tegal, Bukti Eksisnya Primata Raksasa di Jawa Jutaan Tahun Lalu
Apakah masuk golongan manusia atau bukan? Von Koeningswold pernah berpendapat Gigantopithecus ini masuk golongan hominid.
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Museum Prasejarah Semedo di Kedungbateng, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah akan diresmikan pertengahan Desember 2018. Museum modern ini akan jadi penanda betapa pentingnya situs ini bagi kekayaan pengetahuan sejarah purba Indonesia.
Ada dua temuan paling penting dari Situs Semedo dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Pertama, temuan spesimen atap tengkorak Homo Erectus, yang praktis menyatu dengan sebuah bongkahan batu pada 2011.

Kedua, temuan dua spesimen mandibula (rahang) berukuran besar dan enigmatik pada 2014. Analisis lengkap membuktikan kedua mandibula dari dua individu berbeda itu milik primata besar Gigantopithecus.
Publikasi paper penelitian di Jurnal Berkala Arkeologi 2016, menyederhanakan primata besar itu seperti 'kingkong", yang divisualkan dalam sejumlah film, melihat ukuran mandibulanya.

Temuan dua spesimen itu diteliti tiga ahli paleoantropologi Indonesia. Ketiganya terdiri Siswanto, mantan Kepala Balar Yogyakarta yang kini menjadi Kepala Museum Nasional.
Empat Temuan Menakjubkan di Situs Purba Semedo Tegal, Salah Satunya Fosil Geraham Kingkong
Kemudian Dr Harry Widianto, mantan Kepala BPSMP Sangiran, dan belum lama ini pensiun dari jabatan Direktur Cagar Budaya dan Permuseuman Kemendikbud.
Situs Semedo Menyimpan Harta Karun Tegal Masa Purba
Ketiga, Sofwan Noerwidi, paleoantropolog Balar Yogyakarta, yang kini tengah menyelesaikan doktoralnya di Paris, Prancis.
Manusia Purba Semedo Pembuat dan Pengguna Alat Batu Sangat Khas
Dari paper yang ditulis Sofwan Noerwidi dkk ini, kedua spesimen mandibula (rahang) itu diberi kode Semedo 3417 dan Semedo 3418.
Morfologi kedua mandibula itu mirip bentuk rahang primata umumnya. Tapi ukurannya dua kali lipat lebih besar.
Analisis spesimen menggunakan perbandingan sampel populasi Homo Erectus Jawa dan Cina, Gigantopithecus Blacki maupun Bilaspurensis, dan sampel species Australopithecus (Afrika) yang bertubuh kekar dan ramping.
Dua spesimen mandibula itu menurut riwayatnya ditemukan di permukaan tanah oleh penduduk setempat. Sebelum teridentifikasi, spesimen itu bercampur dengan temuan-temuan fosil lain yang sangat banyak.
Penemuan di permukaan itu mengakibatkan sulit menentukan konteks litostratigrafi aslinya. Namun dari jejak yang tersisa di spesimen, sedimen fosil ini adalah pasir krikilan.
Secara umum, kondisi kedua spesisimen sangat baik meski ada jejak pecah-pecah pada permukaannya.
Fosilisasi mencapai tingkat sempurna, sehingga komposisi mineral biotiknya sudah berubah, bentuknya masif dan berat.
Pada satu sisi terdapat jejak kehitaman yang diidentifikasi sebagai jejak mineral mangan. Petunjuk ini mengindikasikan fosil terendapkan di lingkungan yang berair.