Mengenal AR Baswedan, Jurnalis Militan yang Nekat Sembunyikan Dokumen Kemerdekaan
Mantan Wakil Menteri Muda Penerangan RI pada Kabinet Sjahrir itu memang seorang pembelajar yang mandiri, termasuk menulis
Angka tersebut cukup besar, sebab setara dengan 24 kuintal beras. Namun, besaran upah itu tak membuatnya silau harta.
Saat mendapatkan amanah untuk menjalankan roda organisasi Persatuan Arab Indonesia (PAI), ia pun meninggalkan Matahari. "Demi perjuangan," katanya.
Sebagai jurnalis militan sekaligus pejuang, AR Baswedan produktif menulis. Jelang revolusi kemerdekaan Indonesia, tulisan-tulisan AR kerap mewarnai beberapa media propaganda.
Tulisan-tulisan itu sarat dengan nada positif dan optimis, sebagaimana terekam dalam buku The Crescent and the Rising Sun: Indonesian Islam Under the Japanese Occupation, 1942-1945 karya Harry J Benda.
Suratmin dan Didi Kwartanada dalam buku Biografi AR Baswedan, Membangun Bangsa, Merajut Keindonesiaan merangkum perjalanan AR dalam dunia jurnalistik sebagai berikut.
- - Redaktur Harian Sin Tit Po di Surabaya (1932).
- - Redaktur Harian Soeara Oemoem di Surabaya yang dipimpin dr. Soetomo (1933).
- - Redaktur Harian Matahari, Semarang (1934).
- - Penerbit dan Pemimpin Majalah Sadar.
- - Pemimpin Redaksi Majalah internal PAI, Aliran Baroe (1935-1939).
- - Penerbit dan Pemimpin Majalah Nusaputra di Yogyakarta (1950-an).
- - Pemimpin Redaksi Majalah Hikmah.
- - Pembantu Harian Mercusuar, Yogyakarta (1973).
- - Penasihat Redaksi Harian Masa Kini, Yogyakarta (70-an).
2. Pejuang kemerdekaan
AR Baswedan juga tercatat sebagai anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Tak hanya itu, Jurnal The Arabs in Indonesia karya Justus M van der Kroef tahun 1953 menulis AR Baswedan punya peranan penting pada masa-masa revolusi.
Ia aktif dalam gerakan pemuda peranakan Arab untuk berperang melawan Belanda.
Pada gerakan itu AR Baswedan menyiapkan beberapa pemuda Arab untuk melakukan pelatihan fisik seperti semi militer di barak-barak untuk mempersiapkan pertempuran.
Perjuangannya tak hanya melawan penjajahan Belanda, namun juga Jepang.
Hal itu tertuang pada buku Biografi A.R. Baswedan, Membangun Bangsa, Merajut Keindonesiaan karya Suratmun dan Didi Kwartanada tahun 2014.
Suratmun dan Didi menyebut AR Baswedan pernah ditahan pada masa pendudukan Jepang, tepatnya pada tahun 1942.
3. Sembunyikan dokumen kemerdekaan