Yogyakarta
Penanda Jalur Evakuasi di Gedung Pemerintahan Dirasa Minim
Dalam simulasi tersebut masih banyak peserta yang memilih untuk lari ke luar ruangan ketimbang berlindung di dalam ruangan
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Puluhan orang yang sedang melakukan pertemuan di Graha Pandawa Balaikota Yogyakarta tampak berhamburan keluar ruangan setelah mereka merasakan gempa yang cukup kencang, Rabu (7/11/2018).
Beberapa di antaranya memilih berlindung di dalam ruangan dengan mengandalkan pilar besar maupun meja.
Namun hal tersebut bukanlah kejadian yang sesungguhnya.
Perwakilan OPD dan juga perangkat daerah tengah mengikuti simulasi gempa yang diadakan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Yogyakarta.
Salah satu 'korban' selamat, yakni Desy Indriastuti menjelaskan bahwa saat gempa terjadi, dirinya memilih untuk berlari menuju pilar yang kokoh di dalam ruangan untuk berlindung hingga gempa usai.
Baca: Aksi Musisi Magelang Galang Dana untuk Korban Gempa Palu, Walikota Magelang Ikut Nyanyi
"Lalu setelah reda, saya keluar lewat jalur evakuasi dan menuju titik kumpul. Karena selain aman, di titik kumpul tersebut ada pendataan terkait identitas pengungsi dan kondisinya pasca gempa," bebernya, seusai simulasi.
Ia menjelaskan bahwa simulasi semacam ini sangat penting dilakukan.
Pasalnya ia menilai, ketika terjadi gempa yang sesungguhnya, maka cara orang yang pernah melakukan simulasi untuk merespons gempa berbeda dengan mereka yang tidak pernah mengikuti simulasi.
"Kalau belum pernah, pasti panik. Tapi setidaknya setelah pernah mengikuti simulasi, akan ingat harus melakukan ini. Simulasi ini memang bagus, jadi tahu apa yang harus dilakukan. Waktu kejadian, setenang-tenangnya orang, pasti akan panik," urainya.
Ia yang merupakan Lurah Tegalpanggung tersebut menjelaskan bahwa di lingkungan kerjanya, yakni Kantor Kelurahan, terdiri dari satu lantai dan akses untuk menuju ke luar ruangan relatif mudah.
Hanya saja memang yang belum banyak ada yakni penanda jalur evakuasi.
"Apalagi kalau untuk di gedung bertingkat dan bangunan rumit. Sangat diperlukan penanda jalur evakuasi. Ketika ada gempa, mereka yang bekerja di gedung tinggi tentu lebih panik dan segera berlari untuk ke luar. Padahal ketika gempa, justru harus berlindung dulu, bukan lari. Apalagi menuju tangga yang tidak stabil malah berpotensi menimbulkan korban jiwa," bebernya.
Baca: Pemkot Yogyakarta Luncurkan 14 Kampung KB
Ia pun memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Yogyakarta untuk memperbanyak penanda jalur evakuasi dan juga titik kumpul.
Hal ini diperlukan karena gempa tidak bida diprediksi dan memudahkan siapa saja yang sedang berada di lingkungan pemerintahan untuk bisa menyelamatkan diri saat gempa terjadi.
Sementara itu, Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kota Yogyakarta, Budi Purwono menjelaskan bahwa dalam simulasi tersebut dibuat skenario agar memudahkan peserta simulasi untuk mampu menyelamatkan diri saat gempa terjadi.
"Kondisinya seluruh peserta tadi sedang menggelar pertemuan. Lalu terjadi gempa. Mereka merespon dengan berlindung dengan bensa benda yang kuat di dalam gedung. Lalu setelah gempa reda mereka keluar dari jalur evakuasi dan berkumpul di titik kumpul," bebernya.
Budi menegaskan, kebutuhan yang paling penting saat terjadi gempa adalah adanya jalur evakuasi dan titik kumpul.
Namun warga bisa mengikuti jalur evakuasi menuju titik kumpul setelah gempa reda, dan bukan justru lari saat terjadi gempa.
"Saat gempa jangan lari. Kalau jarak ke luar ruangannya jauh, maka berlindung di dalam ruangan dengan memperhatikan triangle of life atau segitiga kehidupan yang ada di misalkan meja, lemari, tiang yang kokoh, dan sebagainya," ujarnya.
Namun, Budi menjelaskan, bahwa dalam simulasi tersebut masih banyak peserta yang memilih untuk lari ke luar ruangan ketimbang berlindung di dalam ruangan.
"Evaluasinya ketika gempa masih pada lari. Kalau lari, jatuh malah menambah korban. Lalu simulasi yang dilakukan dengan tidak serius akan membahayakan orang lain karena seharusnya sudah bisa mandiri dalam menyelamatkan diri," tuturnya.
Dalam simulasi gempa tersebut, total diikuti 20 laki-laki dan 25 perempuan.
Terdapat 3 korban dengan rincian 2 korban luka berat yakni 2 laki-laki, dan 1 korban luka ringan yang juga laki-laki.
Penanganan korban gempa tersebut melibatkan TRC BPBD Kota Yogyakarta, Pusdalops BPBD Kota Yogyakarta, dan juga Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.(TRIBUNJOGJA.COM)