Yogyakarta

Soft Opening Studio Tari Banjarmili Akan Diisi Pentas Kolaborasi Enam Negara

Rencananya, Senin (27/8/2018) esok menjadi acara peluncuran kembali yang akan mengundang sederet tamu undangan serta masyarakat umum.

Penulis: Wahyu Setiawan Nugroho | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM / Wahyu Setiawan
Suasana Studio Tari Banjarmili milik Martinus Miroto, Maestro Tari Klasik usai renovasi. Terdapat susunan tribun baru dengan teknik panggung yang lebih representatif seperti lighting, video projector hingga soundsystem yang lebih baik dan modern. 

Laporan Reporter Tribun Jogja Wahyu Setiawan Nugroho

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Studio Tari Banjarmili akan melakukan soft opening kembali.

Lantaran, beberapa waktu lalu, Studio milik Martinus Miroto, penari jawa klasik asal Yogyakarta ini mendapat bantuan renovasi dari Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).

Rencananya, Senin (27/8/2018) esok menjadi acara peluncuran kembali yang akan mengundang sederet tamu undangan serta masyarakat umum.

Pentas kolaborasi enam negara akan menyuguhkan konsep teater yang berbeda dan menakjubkan.

Yakni pertunjukan City of Darkness (CoD) akan hadir menghibur pengunjung dengan tatanan konsep panggung, musik, tata lampu hingga penampilan video mapping dalam teater yang tersaji 90 menit dan akan membuat takjub yang menyaksikan langsung.

Baca: Presiden Jokowi Apresiasi Hibah Studio Alam Gamplong

Kembali mengingat Studio Tari milik Miroto, penuh perjalanan panjang hingga kini dirinya bisa memugar dan memberikan sedikit kenyamanan bagi penonton maupun seniman yang ingin menunjukkan kreativitasnya melalui studio ini.

Sang maestro tari ini, harus menyisihkan uang pribadinya untuk membeli sebidak tanah yang selanjutnya ia dirikan menjadi sebuah studio pribadi miliknya untuk proses berkesenian.

"Waktu itu saya beli dan bangun dari dana pribadi yakni honorarium sebagai aktor dalam produksi teater 'The Persians' karya Peter Sellars yang pentas keliling di Eropa dan Amerika," kata Miroto saat ditemui Tribunjogja.com di studionya.

Pembangunan studio indoor-nya sendiri pun didesain oleh Eko Prawoto.

Hingga berjalannya waktu dirinya terus memanfaatkan ruang berkeseniannya hingga menelurkan sejumlah karya. Dancing Shadows, Saijah en Adinda, Opera Jawa, Pawai Budaya Nusantara 2009, Harmony Raja Ampat, Body in Between, dan lain sebagainya menjadi karya bukti proses berkeseniannya di studio itu.

Baca: Studio Grafis Minggiran Hadirkan Feed To Last

Bahkan seniman lain turut terlibat dalam proses perjalanan tersebut.

Studio ini menjadi bukti proses penciptaan senimal lain, semisal Teater Garasi yang memproduksi Waktu Batu, Sardono W Kusumo melakukan shooting fllm “Raden Saleh”, Garin Nugroho menggunakan sebagai tempat proses penciptaan koreografi film Opera Jawa, Grup kethoprak Conthong yang melakukan latihan produksi, dan masih banyak lagi.

Miroto tak membatasi penggunaan studionya untuk berkesenian saja.

Bukti 'srawung' Miroto yakni dengan mempersilahkan masyarakat lain untuk menggunakan studio miliknya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved