Kota Jogja
Anak Tidak Masuk SMP Negeri karena Tinggal di Blank Spot, Orangtua Mengadu ke Forpi
Dua orang tua siswa mengadu kepada Forpi Kota Yogyakarta terkait nasib anak mereka yang tidak diterima di SMP Negeri
Penulis: Kurniatul Hidayah | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dua orang tua siswa mengadu kepada Forum Pemantau Independen Pakta Integritas (Forpi) Kota Yogyakarta terkait nasib anak mereka yang tidak diterima di SMP Negeri karena tinggal di area blank spot.
Rina Rahmawati, satu di antara orang tua siswa tinggal di Kelurahan Pandeyan RT 10/ RW 12.
Rina mengaku telah mendaftarkan anaknya melalui dua jalur, yakni prestasi dan zonasi.
Pada jalur prestasi, ia memasukkan pilihan di SMPN 5 dan 8.
"Setelah di prestasi kami gagal, kami legowo. Nilai anak saya 26, tapi medali anak saya tidak masuk O2SN. Kalah dengan medali anak-anak yang juga mendaftar di sana," ujarnya, Selasa (17/7/2018).
Baca: Warga Korban Blank Spot PPDB Zonasi di Kota Yogya Pertanyakan Kursi Kosong Sekolah
Selanjutnya, ia mencoba mendaftar di jalur zonasi.
Di sana ia menuliskan 9 pilihan sekolah.
Mulai dari SMPN 5, 8, 1, 9, 2, 4, 6, 16, dan 15.
"Kami tidak ambil prestasi 16 sekolah karena tidak mau terkunci di sekolah yang nggak diinginkan. Makanya kami ambil kesempatan tersebut di jalur zonasi," ujarnya.
Ia menambahkan, SMPN 9 menjadi sekolah terdekat dari titik RW tempatnya tinggal.
Jaraknya 1,6 Km.
"Itu kantong teraman saya," ungkapnya.
Namun, ternyata anaknya tidak lolos di satu pun SMPN yang ia cantumkan dalam pilihan.
Hanya hitungan jam posisi anaknya tergeser dengan siswa lain yang memiliki jarak lebih dekat ke sekolah tersebut.
"Ketika saya melihat 16 SMPN sekalipun yang dipilih, setelah saya lihat breakdownnya, lokasi jarak sekolah terdekat adalah 1,6 Km tidak diterima apalagi yang jauh. Ini yang membuat saya merasa ini tidak adil," beber Rina.
Baca: Evaluasi PPDB Zonasi, Pemkot Yogya Wacanakan Tambah Rombel Tahun Depan
Septiana, orang tua laimnya juga menuturkan, bila saja ada peta sebaran siswa zonasi di tiap SMPN di kota, ia dan orang tua lain pasti akan memaksimalkan pilihan pada jalur prestasi karena sudah tahu pemetaan di lapangan untuk zonasi tidak memungkinkan pihaknya untuk masuk ke SMPN.
"Saya berperang tapi tidak tahu siapa lawannya. Harusnya sudah ada peta sebaran siswa," tuturnya.
Warga Pandeyan RT 8/RW 2 tersebut juga mencoba dua jalur, prestasi dan zonasi.
Pilihan sekolah untuk prestasi ia memilih SMPN 5 dan 8.
Pertimbangannya, ketika ujian menggunakan HOTS otomatis nilai rerata siswa yang diterima tidak setinggi sebelumnya.
"Tidak diterima di prestasi, anak saya ingin mencoba zonasi," ujarnya.
Ia mengatakan, untuk jalur zonasi, secara pribadi ia sering berkonsultasi dengan pihak SMPN 5.
Baca: Disdik Kota Yogyakarta: Kursi kosong 2, Seleksi NEM Sudah Lewat
Hal tersebut dikarenakan anak pertamanya bersekolah di SMP tersebut sehingga ia memiliki relasi di dalamnya.
"Kalau 3 Km bagaimana, mereka bilang aman. Memprediksi jarak 3,1 aman, maka kami tunggu saja. Tapi yang tidak dipikirkan adalah anak-anak yang mengambil pilihan 16 sekolah dan menempatkan SMPN 5 di pilihan 9. Jadi mereka (SMPN 5) dapat buangan. Terendahnya 13,00. Ini nggak diduga," ucapnya.
Sementara itu, Koordinator Forpi Kota Yogyakarta Fx Harry Cahya menjelaskan bahwa pihaknya memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kota Yogyakarta dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, untuk mengupayakan kebijakan deskresi untuk mengisi kursi-kursi kosong yang masih ada di Sekolah.
Khususnya yang ditujukan kepada calon Peserta Didik Baru warga Kota Yogyakarta dengan nilaj cukup tinggi, yang belum dapat sekolah karena blank spot.
"Dengan catatan dan syarat disesuaikan dengan azas manfaat dalam pemerintahan, dan sepanjang tidak koruptif, Kepala Daerah bisa membuat deskresi dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam PP nomor 38 tahun 2017 tentang Inovasi Daerah," ujarnya.(TRIBUNJOGJA.COM)