Gula Semut
Terkendala Medan Berat, Kulonprogo Belum Berniat Dirikan Kawasan Sentra Gula Semut
Terkendala Medan Berat, Kulonprogo Belum Berniat Dirikan Kawasan Sentra Gula Semut
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM - Pemerintah Kabupaten Kulonprogo belum berencana mendirikan kawasan terpadu sentra produksi gula semut meski termasuk produk andalan.
Di sisi lain, pelaku usaha menilai peremajaan pohon dan perluasan lahan diperlukan untuk mengoptimalkan tingkat produksinya.
Selama ini, gula semut banyak diproduksi di wilayah kecamatan Kokap dengan pengrajin yang tersebar di beberapa wilayah desanya.
Antara lain di Hargowilis, Hargorejo, Kalirejo serta satu kelompok pengrajin di Turus Tanjungharjo, Kecamatan Nanggulan.
Petani setempat menyadap nira dari pohon kelapa sebagai bahan baku utama pembuatan gula merah untuk diolah menjadi gula semut.
Sementara itu, daerah tetangga seperti Purworejo dan Kebumen sudah membentuk kawasan sentra produksi gula semut.
Hal ini menjadi ironis lantaran Pemkab Kulonprogo selama ini cukup kencang mempromosikan produk gula semutnya sebagai produk khas unggulan.
Baca: Bantu Warga Gunungkidul yang Alami Kekeringan, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta Beri Bantuan Air Bersih
Kepala Dinas Perdagangan Kulonprogo, Krissutanto mengatakan bahwa pendirian kawasan menjadi bentuk pengembangan ideal yang disasar dinas.
Namun, hal itu bersifat jangka panjang dan masih terkendala beratnya medan geografisnya yang berupa areal perbukitan.
"Daerah tetangga sudah bentuk kawasan tapi tingkat produksinya sebenarnya masih jauh lebih besar Kulonprogo. Makanya, idealisme kami memang ke arah kawasan tapi itu jangka panjang," jelas Krissutanto kepada wartawan, termasuk Tribunjogja.com, Minggu (8/7/2018).
"Sekarang kita pemberdayaan dulu, terutama hubungannya dengan pengolahan yang sifatnya masih tradisional," imbuh Krissutanto.
Fokus perhatian Pemkab saat ini sebutnya lebih kepada pemberdayaan masyarakat petani nira terlebih dulu.
Terutama hubungannya dengan pengolahan yang sifatnya masih tradisional.
Hal terdekat yang bisa dilakukan untuk pengembangannya adalah melalui pengingkatan kualitas dan produksi.
Juga, menjaga tingkat produksi nira dari pohon yang ada.
Peremajaan pohon diperlukan segera mengingat ketinggiannya akan mempengaruhi jumlah produksi nira yang bisa diambil petani.
Selain itu juga mengarahkan pengrajin produsen gula semut untuk menjualnya dalam kemasan sachet ketimbang terus menjual secara curah.
"Pengrajin belum enjoy mau jual sachet. Kita mantapkan dulu di sisi ini lalu menyentuh ekspor karena sekarang kan belum tersertifikasi untuk ekspor. Kalau itu sudah mantap, dua tahun kita kondisikan (membentuk kawasan sentra)," tutur Krissutanto. (tribunjogja)