Kisah Bule Perancis Jadi Penggali Sumur setelah Terketuk Hatinya Lihat Kehidupan Masyarakat Sumba
Maka Andre pun melanjutkan kiprahnya dengan menggali dan terus menggali sumur di seantero Pulau Sumba.
Berkali-kali Nyaris Mati
Menetap di Sumba dalam pola dan cara hidup seperti orang setempat makin membuat Andre Graff seperti orang sana.
"Yang membedakan adalah saya punya kamera foto dan video, punya laptop untuk mengakses internet kalau sinyal lagi bagus. Selebihnya, saya makan dan hidup seperti orang sini," kata Andre dari rumah biiknya di Waru Wora, Lamboya, Sumba.
Ia makan dari hasil bumi setempat, bahkan rokok pun dari tembakau yang dia tanam sendiri dan dilinting pakai kulit jagung kering.
Ia begitu total hidup secara orang Sumba, bahkan mengalami sakit seperti orang setempat.
Malaria, demam berdarah, dsb berkali-kali.
Bahkan ia pernah dirawat di sebuah rumah sakit di Bali, namun keluar sebelum dinyatakan sembuh karena berpikir, "Wah, dengan biaya segitu, saya bisa bikin satu sumur," katanya.
Tapi Oktober lalu Andre mulai berpikir tentang asuransi. Ia pulang ke negaranya, selain untuk mencari donasi bagi proyeknya membangun sumur-sumur air di Sumba, juga untuk mengurus asuransi.
"Supaya kalau saya sakit tidak terlalu terbebani biaya."
Ia menegaskan, semata-mata agar tidak terlalu terbebani biaya, bukan soal takut mati.
"Waktu masih jadi penerbang hot air balloon saya sering terkena angin gunting sampai hampir celaka, Apalagi dalam cuaca buruk, malam hari pula. Banyak teman saya yang sudah mati."
Ingin Mati di Sumba
Meski telah membangun 29 sumur di seantero P. Sumba, Andre Graff belum merasa berhasil.
"Saya sekadar mengantarkan masyarakat menuju ke peradaban yang lebih baik. Tugas merekalah untuk terus menjaga kelangsungan sumur-sumur itu agar terus bisa memancarkan air," katanya dalam bahasa Indonesia diselingi bahasa Inggris dengan aksen Prancis.
Meski hampir delapan tahun bekerja tanpa pamrih, belum semua warga Sumba tersadarkan akan pentingnya karya Andre.