Kesehatan
Awas! Asap Rokok yang Menempel di Pakaian Ternyata Bisa Jadi Bahaya Bagi Kesehatan
Anak-anak lebih banyak melakukan kontak dengan benda-benda yang kemungkinan terpapar asap rokok.
Penulis: Fatimah Artayu Fitrazana | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM - Istilah perokok pasif atau secondhand smoker mungkin sudah dipahami oleh sebagian orang, tapi bagaimana dengan Thirdhand Smoke (THS) ?
Sudahkah anda mengetahuinya?
Thirdhand smoke adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seseorang yang menghirup asap rokok melalui benda perantara.
Contoh yang paling mudah adalah menghirup asap rokok yang tertinggal di pakaian.
Apakah itu berbahaya?
Baca: Ketahuan Merokok di Dalam Pesawat, Pria Ini Harus Alami Hal Tak Mengenakkan
Menurut jurnal kesehatan yang diterbitkan oleh Clinical Science, menyebutkan efek dari menghirup asap rokok di pakaian lebih berbahaya bagi anak-anak daripada orang dewasa.
Mereka melakukan penelitian terhadap tikus percobaan.
Hasilnya, terjadi aktivitas seluler yang berkaitan dengan risiko perkembangan kanker paru-paru.
Bagaimana dampaknya bagi manusia?
"Dibandingkan dengan orang dewasa, anak-anak menghadapi risiko lebih besar terpapar thirdhand smoke," tertulis dalam penelitian tersebut.
Dijelaskan pula, anak-anak lebih banyak melakukan kontak dengan benda-benda yang kemungkinan terpapar asap rokok.
Baca: Hentikan Kebiasaan Merokok dengan Cara Mudah Ini
Mereka juga cenderung memasukkan benda ke mulut atau menciuminya,
Dilansir Tribunjogja.com dari laman Bustle, Minggu (13/5/2018), bahkan orangtua yang merokok di luar ruangan tetap menimbulkan risiko pada bayi dan anak-anak mereka, karena asap rokok yang menempel di pakaian mereka.
Jika hasil penelitian menyebutkan risiko kanker paru-paru bisa terjadi pada tikus karena thirdhand smoke ini, maka belum tentu hal tersebut terjadi pada manusia.
Mengigat sel dan DNA yang berbeda, maka dampak yang ditimbulkan juga mungkin berbeda.
Sampai saat ini, penelitian terkait THS masih terus dilakukan dan dampak jangka panjangnya masih akan terus dipelajari.
(Tribun Jogja/ Fatimah Artayu Fitrazana)