Suku Chimu Ambil Organ Hati Anak-anak Sebagai Sesajian Dalam Ritual Minta Hujan
Organ Hati Anak-anak itu diambil untuk dijadikan sesajian untuk pada Dewa dalam ritual Minta hujan
TRIBUNJOGJA.COM - Pekerja konstruksi di Peru utara tepatnya di wilayah Huanchaco, baru-baru ini berhasil mengungkap penemuan mengerikan. Mereka menemukan 47 kerangka, termasuk setidaknya 12 kerangka anak-anak. Yang mengejutkan, anak-anak ini kemungkinan besar dijadikan tumbal dalam ritual kuno suku Chimu sekitar 1500 tahun lalu.
Baca:
Ketika Meme Horor The Slender Man Meminta Tumbal
Jadikan Bocah Perempuan Tumbal Ilmu Sihir, 3 Orang Pembunuh Ini Ditangkap Polisi
Orang Albino Diburu untuk Jadi Tumbal Ritual Sihir
Hal ini terungkap lewat penelitian arkeolog Víctor Campaña León, direktur Proyek Penyelamatan Arkeologi Las Lomas.
Kepada surat kabar Peru, La Republica, Victor menjelaskan bukti bahwa ada bekas potongan pada tulang dada di kerangka anak-anak itu.
Kemungkinan besar mereka sengaja memotong tulang di bagian dada dan mematahkan tulang rusuk untuk mengambil organ hati.
"Kami juga menemukan neonatus, bayi yang baru lahir, yang juga telah dikorbankan," katanya.
Ini sebenarnya bukan kali pertama temuan bukti ritual pengorbanan manusia pada era pra Columbus.
Para arkeolog juga menemukan sisa-sisa pengorbanan daging manusia yang terkait dengan budaya Inca, Maya, dan Aztec.
Sementara itu, pengorbanan manusia juga dipraktekkan di Roma kuno, Cina dan Jepang, serta di Cahokia, kota awal penduduk asli Amerika yang terletak di St. Louis.
Dalam kasus penemuan Chimú, mungkin anak-anak ini dikorbankan dalam ritual minta hujan kepada para Dewa.
Adapun Peradaban Chimu berlangsung dari sekitar tahun 900 hingga 1470, ketika Inca menaklukkan mereka, menurut Encyclopedia Britannica.
Orang-orang Chimú dikenal karena tembikar mereka, tekstil, irigasi dan logam dengan emas, perak dan tembaga. Kenyataannya, ibukota Chimú, yang disebut Chan Chan, diakui oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO) untuk "karya perencanaan kota yang baik". (/Live Science)