7 Penulis Berkolaborasi dalam 'Syak Merah Jambu'

Dalam Syak Merah Jambu, pembaca akan disuguhi beragam tema, dari yang serius hingga menggelitik.

Penulis: Yudha Kristiawan | Editor: Gaya Lufityanti
istimewa
Suasana Launching Syak Merah Jambu. Para penulis membacakan masing masing tulisan mereka. 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Yudha Kristiawan

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Menulis ternyata tidak semudah yang dibayangkan.

Apalagi menulis apa yang pernah dialami untuk dikonsumsi banyak orang.

Perasaan tak percaya diri, takut tulisan yang dihasilkan tak disukai pembaca, hingga miskin ide menjadi bunga rampai ketika seseorang ingin menulis.

Tujuh orang dengan latar belakang berbeda, yakni Geriel, Irza, Galuh Sitra, Endro Gusmoro, Gusti Hasta, Vika Aditya dan Susi, sukses melawan diri mereka sendiri hingga buah dari perlawanan untuk tidak berhenti menulis mewujud menjadi sebuah buku yang diberi judul Syak Merah Jambu.

Enam perempuan dan satu laki laki yang tergabung dalam Nyincing Daster Club, semacam wadah curhat berlandaskan keisengan ini kini mencatatkan diri menjadi penulis dan hanya berharap tak berpikir untuk berhenti menulis setelah buku pertama karya perdana mereka dirilis di pekan ke dua bulan Maret ini.

Satu di antara penulis yang menetap di Kota Gudeg adalah Vika Aditya.

Ibu dua orang anak yang masih sibuk menjadi seorang MC, model dan artis peran ini akhirnya menuntaskan kegundahannya selama ini atas kalimat pertama yang ia tulis yang sempat ia urungkan untuk dilanjutkan.

Bagi Vika, yang juga berperan sebagai ibu rumah tangga, menulis adalah satu dar beberapa cara menjaga kejiwaan.

Ia mengaku tak pernah berpikir bakal punya buku nantinya, karena setiap kali ditanya jawabannya hanya suka menulis, tapi tak pandai.

Hingga akhirnya Nyincing Daster punya ide membukukan tulisan-tulisan anggotanya selama satu tahun kemarin, barulah ia berani bercita-cita punya buku sendiri nantinya.

Karena sejak Syak Merah Jambu ini terbit pun tak sedikit yang menanyakan dan menyemangati untuk bukunya sendiri.

"Semoga dimampukan. Saya berharap buku ini bisa membawa manfaat, paling tidak membawa sudut pandang baru bagi pembaca bahwa hidup itu tak sekedar manis dan asin, tapi juga pahit, pedas bahkan hambar. Sadar betul perempuan punya banyak keterbatasan dan kami mencintai keterbatasan yang kami punya, seperti kami mencintai kelebihan yang dianugerahkan uhan. Dengan cara apa? Menuliskannya saja," ungkap Vika.

Lanjut Vika, di Syak Merah Jambu yang mengandung makna Syak mewakili kegundahan, merah jambu mewakili kaum perempuan adalah bentuk dari sebuah pengalaman batin yang dirasakan kaum perempuan,meski di sini ada Endro yang menjadi satu -atunya penulis pria di buku ini, Endro pun mencurahkan apa yang ia rasakan sebagai laki laki memandang Syak Merah Jambu.

Dalam Syak Merah Jambu, pembaca akan disuguhi beragam tema, dari yang serius hingga menggelitik.

Di antaranya, ada tema jatuh cinta tiba tiba, memelihara ingatan, siapa aku fall on love with the people i cant have, surat rindu, 1998, tiga hal bodoh yang tak akan pernah kusesali dan tiga hal yang mudah membuatku menangis.

Masing-masing penulis menuliskan cerita dari satu tema besar tersebut.

Melalui metode tulisan tematik ini, dalam satu buku semacam kumpulan cerpen ini, pembaca akan disuguhi pengalaman hidup penulis dalam setiap tema.

Seperti bagaimana masing masing penulis menggali pengalaman tema 1998.

Padahal waktu itu umur penulis tergolong masih muda untuk mengetahui dan merasakan apa yang terjadi di tahun 1998.

Namun justru itu jadi sebuah potensi ide tulisan yang menarik untuk dibagikan ke khalayak.

"Sempat ada yang tidak percaya diri. Aku yakin kan kalau pengalaman tahun 1998 dibagi buku dan permen hasil jarahan kala itu merupakan satu pengalaman yang sangat berharga untuk diingat dan dijadikan tulisan. Untuk itulah kami selalu berusaha memelihara ingatan dengan cara menuliskannya," ujar Vika.

Lain halnya pengalaman Endro Gusmoro, ia merasakan betapa aku, itulah kata yang terlontar dari mulutnya setelah selesainya acara launching buku Nyincing Daster Club ( NDC ) yang pertama, pada tanggal 10 Maret 2018, dengan judul Syak Merah Jambu.

Betapa tidak, karena ia tidak pernah sebelumnya memiliki angan angan untuk berpartisipasi menulis dalam sebuah buku.

Ajaib, mengingat pekerjaan yang ia tekuni selama ini adalah penata suara dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan dunia buku.

"Ini ajaib, karena sampai detik ini saya harus berjuang dengan sangat keras untuk bisa fokus membaca sebuah teks naskah siaran, apalagi membaca sebuah buku. Ajaib, karena saya hanya satu satunya anggota NDC yang berjenis kelamin laki-laki sedangkan NDC menyuarakan hati perempuan," ujar Endro.

Galuh Sitra juga memiliki pengalaman tak kalah sensual dengan karya pertamanya yang dibukukan ini.

Kebiasaan menulis yang ia mulai sekitar awal 2010 lantaran berada di tanah rantau.

Ia merasa harus menanggung segalanya seorang diri, maka buku harian adalah teman paling baik dan paling bijak yang ia miliki.

Kebutuhan menulis berkelindan dengan kebutuhan membaca, maka ia berusaha memenuhi keduanya.

Akhir 2010 ia mencoba mengirimkan satu di antara cerpen ke seorang penyelenggara sayembara menulis online, tetapi gagal.

Sejak saat itu ia mengurangi tingkat kepercayaan diri menjadi nol.

Meskipun tak pernah lagi mengikuti sayembara, namun ia tidak berhenti menulis.

Menulis menurutnya adalah cara paling baik untuk mengingatkan diri sendiri tentang apa-apa yang pernah terjadi.

"Satu tahun lalu saya bertemu dengan teman-teman NDC, yang sama-sama merasa butuh untuk menulis , bukan hanya untuk diikutkan sayembara .Kelahiran buku pertama kami, yang tanpa kami sengaja sebelumnya, telah membuat kepercayaan diri saya meningkat menjadi 70. Ya, 70 saja sebab saya masih tetap ingin menjaga kebutuhan menulis saya bahkan meskipun tanpa ada yang membaca," ungkap Galuh. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved