Wabup Sleman: KDRT Bisa Menjadi Pemicu Kasus Klitih
Kekerasan pada perempuan dan anak terutama KDRT kemungkinan besar juga menjadi pemicu kasus klitih pada remaja.
Penulis: app | Editor: Ari Nugroho
Laporan Reporter Tribun Jogja, Arfiansyah Panji Purnandaru
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Sepanjang tahun 2017, sebanyak 471 kasus kekerasan pada perempuan dan anak terjadi di Kabupaten Sleman.
Hal tersebut diungkapkan oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB), Mafilindati Nuraini di sela-sela temu kader Pendamping Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) di kantor Dinas Tenaga Kerja Sleman, Senin (12/3/2018).
Dari jumlah tersebut rinciannya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebanyak 298 kasus.
Disusul non KDRT atau yang terjadi di lingkungan kerja maupun di tempat umum 173 kasus.
Sehingga total ada 471 kasus kekerasan pada perempuan dan anak.
"2016 ada 497 kasus, berarti turun sekitar 20an turut sedikit," jelas Linda.
Baca: 471 Kasus Kekerasan pada Perempuan dan Anak Terjadi di Sleman Sepanjang 2017
Dihadapan 103 kader PKDRT yang terdiri 86 kader tingkat desa dan 17 kader tingkat kabupaten, Linda menegaskan bahwa upaya promotif preventif merupakan cara paling efektif agar angka kekerasan pada perempuan dan anak bisa turun.
Linda menjelaskan menargetkan Sleman zero kekerasan pada perempuan dan anak memang sangat susah.
Namun bukan tidak mungkin kasus tersebut berangsur turun asalkan dengan ketelatenan para kader dengan memberikan konseling-konseling kepada keluarga rentan.
"Kita rutin lakukan pembekalan kepada kader PKDRT agar lebih kompeten menjadi pendamping. Memberikan penanganan, upaya pendampingan kalau perlu (ada kasus) langsung dilaporkan ke UPT P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak)," tegasnya.
Baca: Antisipasi Klitih, Polsek Sedayu Gandeng Ormas
Bibit Mula Klitih
Sementara itu, Wakil Bupati Sleman, Sri Muslimatun menjelaskan kekerasan pada perempuan dan anak terutama KDRT kemungkinan besar juga menjadi pemicu kasus klitih pada remaja.
Dalam hal ini, anak menjadi korban dalam kasus KDRT.
"Banyak kekerasan yang lain, barangkali klitih akibat kekerasan dalam rumah tangga. Ini menjadi tugas kita bersama. (Kader) menjadi ujung tombak garda terdepan," tegasnya.
Muslimatun pun berharap supaya ke depan kader PKDRT bisa terus bertambah di setiap wilayah. Harapannya, tentu agar gerakan preventif ini dapat dilakukan lebih masif.
Baca: Forum Anak Desa Sariharjo Sleman Merespon Fenomena Klitih di Yogyakarta
Perempuan Masih Dianggap Lemah
Jumlah kasus kekerasan pada anak dan perempuan yang masih relatif tinggi juga menjadi perhatian Wati, salah seorang mahasiswi kebidanan yang tinggal di Sleman.
Menurutnya hal tersebut terjadi karena perempuan dan anak masih sering dianggap lemah.
Jadi ketika terjadi kekerasan yang menimpa, mereka cenderung diam dan enggan melawan atau melapor.
"Mungkin pengaruh budaya patriarki. Tapi di era keterbukaan dan digital ini harusnya perempuan lebih punya daya," pungkasnya. (TRIBUNJOGJA.COM)