Cerita Driver Taksi Online Terjerat Cicilan Mobil
Seiring persaingan yang kian ketat, pendapatan driver online pun kian sulit
Sementara ia membeli mobil lagi. Saat itu Titto belum menyangka jika persaingan antartaksi online akan begitu berat dari waktu ke waktu.
“Setorannya Rp 100.000 mentok per hari. Kalau seminggu, ketemu Rp 700.000. Itu tidak cukup kalau buat cicilan. Jadi saya subsidi,” ungkapnya.
Empat bulan berjalan, beban mencicil sebuah mobil dan menyubsidi cicilan mobil lainnya terlalu berat bagi Titto.
Ia memutuskan untuk menjual mobil lama yang dipakai temannya.
Saat ini, ia fokus bekerja pagi-siang-malam di jalan untuk memburu target pendapatan agar mobil satunya tak ikut terjual.
Kini ia merasakan kondisi yang berbeda dibanding dua tahun sebelumnya.
Ia sering kesulitan mendapat banyak penumpang jika hanya berkutat di Surabaya.
Padahal untuk mencapai target 20 trip dalam sehari ketika itu bukan hal yang sulit di sebuah kota metropolitan.
“Dalam sehari, saya bisa tidur di jalan. Kalau kurang setoran, saya tidur di jalan. Kalau Jumat, saya (bisa sampai) pulang pagi. Kalau hari biasa, bisa pulang malam,” ungkap bapak tiga anak itu.
Tak jarang juga, Titto pergi ke daerah lain di luar Surabaya untuk mendapat penumpang.
Biasanya, ia datang ke daerah tersebut untuk mendatangi anggota paguyuban driver taksi online yang ia pimpin.
Sampai di sana, ia menyempatkan waktu untuk mencari penumpang.
“Mobil ini mau tidak mau harus survive. Caranya mungkin dengan melipir ke daerah-daerah baru. Kalau di Surabaya sudah penuh, contohnya, saya ke Jombang, Mojokerto. Pokoknya daerah yang sudah dibuka (untuk taksi online ). Kodenya itu,” tutur dia.
Igun, warga Kepanjen, Kabupaten Malang, pun merasakan kondisi serupa.
Awal 2017, ketika taksi online tengah ramai-ramainya di Malang Raya, ia memutuskan untuk mencicil sebuah mobil untuk dipakai bekerja sebagai driver taksi online . Cicilannya sekitar Rp 2 juta per bulan.