Derita Mbah Pariyem, Hidup Kesepian di Usia Senja : 'Saya Sudah Rela Mati Asal Bisa Lihat Keponakan'
Sebagian kulit kepala Mbah Pariyem melepuh dan mengelupas bekas jilatan api dan siraman air panas.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Tribun Jogja/ Ahmad Syarifudin
Mbah Pariyem (65) saat ditemui di kediamannya, di Talkondo, Poncosari, Srandakan, Bantul Rabu (07/03/2018)
"Kulo sampun ikhlas mati, pengarepan kulo mung siji, iso ndelok ponakan kulo (Saya sudah siap mati, jika diizinkan saya hanya ingin melihat keponakan saya)," tutur Mbah Pariyem pasrah.
Mata itu terlihat berkaca-kaca, seakan ada beban berat dalam gemuruh jiwanya yang tiba-tiba mendesak keluar.
Mbah Pariyem sendiri tak memiliki anak. Bahtera rumah tangga bersama suaminya, Sarijo, tak dikaruniai keturunan. Saat usianya kian senja, ia diberi cobaan yang begitu purna.
Menjadi tua sendiri dengan sakit yang terus mengegrogoti tubuhnya membuat mbah Pariyem hanya bisa terbaring lemah. Penuh kepasrahan. (*)
Rekomendasi untuk Anda