Derita Mbah Pariyem, Hidup Kesepian di Usia Senja : 'Saya Sudah Rela Mati Asal Bisa Lihat Keponakan'
Sebagian kulit kepala Mbah Pariyem melepuh dan mengelupas bekas jilatan api dan siraman air panas.
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
"Kuping kulo ilang setunggal niki dioperasi teng Sardjito. Sampun kalih tahun, (Kuping saya hilang satu dioperasi di Rumah sakit Sardjito, sudah 2 tahun)," terangnya.
Selayang pandang mata memandang, rumah yang didiami Mbah Pariyem sangat sederhana.
Tak ada kesan layak. Ruang depan hanya ada dua kursi, satu meja dan dipan tempat tidur.
Perabitan hanya ada satu televisi yang tampak sudah sangat usang penuh dengan debu.
Di sudut ruangan, sisa jaring laba-laba masih begitu kentara menempel di ventilasi jendela. Semakin menambah kesan kisah pada rumah itu.
Rumah yang ditempati Mbah Pariyem merupakan rumah kakaknya, Marto Utomo. Ia sendiri sebenarnya tinggal di belakang rumah itu.
Namun semenjak dirinya sakit dan suaminya meninggal dunia ia memilih tinggal dan hidup bersama kakaknya.
"Omah kulo disuwungke. Lah kepiye, kulo sampun mboten saged ningali. Loro, Mboten saged teng pundi-pundi (Rumah saya tidak dihuni. Mau bagaimana lagi, saya tidak bisa melihat, sakit-sakitan, tidak bisa kemana-kemana)," ujarnya.
Diceritakan Mbah Pariyem, sakit pada tubuhnya berawal dua tahun lalu. Ketika itu, pagi, selepas sholat subuh ia bermaksud hendak membantu hajatan di rumah tetangganya.
Saat itu, ia hendak menanak ubi dan memasak air menggunakan kayu jambu. Ketika hendak mengangat dari tungku yang berisi air panas, kayu pegangan patah dan nahasnya air panas itu tumpah dikepalanya.
Apesnya, arang panas bekas memasak air itu juga hingga dipunggungnya.
"Baju kulo kebakar sampai kulit. Rosone perih, loro tenan (Baju saya kebakar sampai kulit dipunggung, perih, sakit sekali)," ujarnya mengenang.
Peristiwa yang tak terlupakan itu, selain membakar punggung dan melepuhkan sebagain kepalanya. Mbah Pariyem juga terpaksa harus kehilangan penglihatannya.
Mata sebelah kirinya melepuh akibat tersiram air mendidih dan panasnya api.
Kontan saja, setiap hari ia hanya bisa merenda waktu. Menjalani hari demi hari dengan gelap dan rasa sakit yang terus menerus mendera.