Berita Kulonprogo

Puluhan Desa di Kulonprogo Tunggak Pajak Bumi dan Bangunan Cukup Tinggi 

Pihaknya sedang bekerjasama dengan Kejaksaan Negeri untuk mengantisipasi terulangnya kasus serupa.

Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Ari Nugroho
zoom-inlihat foto Puluhan Desa di Kulonprogo Tunggak Pajak Bumi dan Bangunan Cukup Tinggi 
internet
Ilustrasi kartu Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Sebanyak 23 desa di Kulonprogo memiliki tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) 2017 cukup tinggi di atas 10 persen dari nilai tagihan.

Satu di antara penyebabnya disinyalir karena dana setoran ditilep oknum tertentu di tingkat bawah.

Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kulonprogo mencatat desa-desa dengan nilai tunggakan pajak di atas 10 persen itu tersebar di 9 kecamatan. 

Di antaranya di kecamatan Temon (Sukoreno, Salamrejo, Tuksono), Panjatan (Kanoman dan Panjatan), Wates (Giripeni, Bendungan, dan Kelurahan Wates), Temon (Kaligintung, Jangkaran dan Palihan), serta Pengasih (Tawangsari, Margosari dan Kedungsari). 

Selain itu juga di Galur, Kokap, Nanggulan, dan Samigaluh. Adapun wilayah kecamatan dengan nilai tunggakan tertinggi yakni Sentolo (11,32 persen), Pengasih (10,49 persen), dan Wates (10,2 persen).

Sedangkan,  realisasi penerimaan PBB 2017 mencapai Rp14,7 miliar atau 95 persen dengan nilai tunggakan pajak di Kulonprogo sekitar 7 persen atau di kisaran Rp1 miliar. 

Baca: Target PBB di Sleman Naik, Masih Banyak Wajib Pajak yang Belum Teridentifikasi

"Nilai tunggakannya cenderung selalu bertambah tiap tahunnya dan selalu terjadi setiap tahun," kata Kabid Pajak, BKAD Kulonprogo, Nasip, Selasa (6/3/2018).

Di antara penyebab tunggakan itu disebutnya antara lain karena adanya tunggakan dari data tahun sebelumnya (termasuk sebelum pelimpahan pendaerahan PBB), wajib pajak di luar kota atau alamatnya tidak jelas karena terjadi transaksi penjualan dan balik nama, hingga adanya ulah oknum perangkat desa tertentu yang menilep dana dari warga.

Hal ini disebutnya sering terjadi pada tingkat pedukuhan di mana warga biasanya mengumpulkan setoran pajaknya secara kolektif melalui pihak tertentu.

Pihaknya sedang bekerjasama dengan Kejaksaan Negeri untuk mengantisipasi terulangnya kasus serupa.

"Ketika kami melakukan penagihan, warga mengatakan sudah bayar secara kolektif ke petugas pengepulnya. Namun, ternyata itu tidak disetorkan dan ada yang dipakai untuk kepentingan sendiri tanpa sepengetahuan warga sebagai wajib pajak," kata Nasip.

Baca: Ditjen Pajak Wajibkan Rekening Orang yang Sudah Meninggal Dilaporkan

Tingginya peralihan kepemilikan aset objek penarikan PBB itu juga dipicu oleh adanya rencana pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA).

Sayangnya, informasinya kerap tidak sampai ke pihak desa atau justru tidak terlibat dalam transaksinya sehingga seringkali jual beli itu tidak tercatat dan ketidakjelasan alamat pemilik baru membuat penagihan pajak itu jadi rumit.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved