Lipsus Tanah Sultan Ground
Tanah Wedi Kengser Tidak akan Bisa Diberi Kekancingan
Melalui beberapa aduan dan kasus klaim tanah dari turunan Hamengku Buwono, Suyitno meminta agar masyarakat waspada.
Penulis: Agung Ismiyanto | Editor: Ari Nugroho
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pakar pertanahan yang juga anggota Parampara Praja Bidang Pertanahan Pemda DIY, Suyitno mengatakan, tanah adalah benda tidak bergerak yang jikalau ada peralihan hak, harus ada prosedur hukum, dan ada perjanjian dari pihak yang mengalihkan, yakni dengan diproses balik nama.
Jika tanpa surat-surat yang resmi dan legal, itu sama saja dengan tanah bodong.
Tanah pun, ujarnya, sama dengan manusia tidak bisa saling diklaim sebagai hak milik.
Di dalamnya harus ada proses hukum.
Melalui beberapa aduan dan kasus klaim tanah dari turunan Hamengku Buwono, Suyitno meminta agar masyarakat waspada.
Modus yang selama ini dilakukan adalah dengan cara mudah dan menjual tanah murah.
Baca: Sultan: Laporkan ke Panitikismo
“Jadi dalam hal ini perlu masyarakat berpikir, masak kerabat keraton kok menawarkan tanah kemana-mana. Namanya tidak logis, tidak masuk akal dan tidak nalar, “ ulasnya.
Wedi kengser
Adapun jika melihat status tanah berupa wedi kengser, kata Suyitno, merupakan tanah Kagungan Dalem yang sulit untuk mendapatkan kekancingan.
“Wedi kengser adalah tanah kagungan dalem. Itu tanah tidak berstatus dan tidak akan bisa diberi kekancingan, “ katanya.
Hal ini sama dengan tanah wedi kengser di sepanjang Sungai Code yang saat ini dihuni oleh ratusan warga.
Pihak pemerintah maupun keraton tidak akan memberikan surat legalisasi.
Pasalnya, daerah wedi kengser ini adalah kawasan yang tidak boleh digunakan untuk permukiman.
Baca: Penebangan Pohon di Lahan Mbah Ngadiwiyoto Akhirnya Dihentikan
