PHL Hadirkan Pocong di Kantor DPRD Bantul

Papan bertuliskan 'korban psikotes' dan 'korban arogansi' dikalungkan pria tersebut.

Penulis: Susilo Wahid Nugroho | Editor: Ari Nugroho
Tribun Jogja/ Susilo Wahid
Aksi teatrikal PHL di Kantor DPRD Bantul, Selasa (16/1/2018) pagi. Aksi dilakukan guna mengkritik kebijakan Pemkab Bantul memutus ikatan kerja ratusan PHL secara sepihak. 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Puluhan Pekerja Harian Lepas (PHL) dari beberapa instansi dan dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul gagal bertemu dengan Bupati Bantul, Suharsono untuk menyampaikan aspirasi mereka di Kantor DPRD Bantul, Selasa (16/1/2018).

Para PHL yang menunggu sejak pagi harus pulang tanpa bisa bertemu bupati.

Meski demikian, mereka tetap berupaya menyampaikan aspirasi.

Alasan mereka masih sama, yakni karena tindakan pemutusan kerja yang mereka dapat lantaran Tidak Memenuhi Syarat (TMS) saat tes Psikologi.

Baca: PHL Pemkab Bantul Beraudiensi dengan Komisi A DPRD Bantul

Berbeda dari sebelumnya, kali ini penyampaian aspirasi dilakukan dengan aksi teatrikal.

Beberapa orang berdiri berjajar memegang amplop bertuliskan "dijual Rp 40 juta, Rp Rp 50 juta, Rp 75 juta."

Secara bergantian, perwakilan PHL berorasi di hadapan PHL lainnya.

"Saudara-saudara, psikotest itu bukan untuk mem-PHK, psikotest itu untuk menzdolimi, menghabisi, paham to... Juga dalam rangka efisiensi gitu lho...gitu ya, jadi tidak ada PHK, tapi hanya efisiensi, demikian dan terimakasih," seru salah satu PHL.

Yang menarik, ada salah satu peserta aksi dari PHL yang membungkus badan dengan kain berwarna putih polos sampai menyerupai pocong dengan make up putih dan warna hitam di sekitar wajahnya.

Papan bertuliskan 'korban psikotes' dan 'korban arogansi' dikalungkan pria tersebut.

Baca: Diberhentikan Sepihak, Puluhan PHL Pemkab Bantul Mengadu ke Pemda DIY

Raras Rahmawatiningsih, salah satu perwakilan PHL mengatakan keberadaan pocong tersebut sebagai simbol telah matinya nurani para pengambil kebijakan di Pemkab Bantul yang tetap menerima pegawai kontrak dua kali lipat lebih banyak dari PHL yang diputus kerja.

"Kok bisa pemerintah mengeluarkan kebijakan itu, kita di PHK atas alasan efisiensi anggaran tapi pemerintah justru masih menerima pegawai kontrak yang jumlahnya dua kali lipat, kami korban psikotes, pocong itu juga simbol matinya penghasilan kami," kata Raras.

Raras juga menuding jika pasca PHK besar-besaran kemarin dan aksi dari PHL, ada oknum pejabat yang menawarkan iming-iming bisa kembali bekerja asalkan memberi sejumlah uang.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved