Mitos 'Lusan' dalam Tradisi Jawa, Anak Pertama Tak Boleh Menikahi Anak Ketiga, Begini Penjelasannya
Keberagaman budaya itupun menjadi salah satu kekayaan tak ternilai dari Indonesia.
Penulis: Muhammad Fatoni | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM - Sebagai negeri kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memang dikenal memiliki banyak pulau dan suku bangsa.
Dari banyaknya suku bangsa yang mendiami pulau-pulau tersebut, secara otomatis Indonesia pun memiliki beragam budaya, adat istiadat serta tradisi dari masing-masing suku.
Masing-masing adat itu juga memiliki keunikan serta menjadi mitos yang dipercaya oleh masyarakatnya.
Keberagaman budaya itupun menjadi salah satu kekayaan tak ternilai dari Indonesia.
Satu di antara beragam adat atau budaya tersebut adalah soal mitos 'lusan' alias telu dan kapisan yang masih hidup dan dipercaya sebagian masyarakat Jawa.
Telu dalam bahasa Jawa berarti Tiga, sementara kapisan bermakna pertama.
Jadi arti dari mitos lusan ini adalah ketiga dan pertama. Namun apa sebenarnya makna mitos lusan ini?
Mitos ini sendiri mengacu pada kepercyaan dan mitos seputar pernikahan, dimana anak pertama dilarang atau tidak dianjurkan menikah dengan anak ketiga.
Meski tak semua orang percaya dengan mitos ini, namun beberapa orang Jawa masih ada pula memegang teguh dan mempercayai terkait mitos lusan tersebut.
Dilansir dari beberapa sumber, ada sejumlah alasan dan kepercayaan dalam budaya Jawa terkait mitos ini.
Sehingga bagi mereka kalangan yang benar-benar masih percaya pada mitos ini, tidak menyarankan bahkan menentang atau melarang pernikahan anak pertama dan anak ketiga.
Adakah korelasi antara pernikahan dengan nomor urut kelahiran dalam keluarga?
Menurut orang-orang tua zaman dulu di Jawa, barang siapa melanggar mitos ini dengan sengaja atau pun tidak, maka harus bersiap-siap dengan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi. Mulai dari tertimpa kesialan sampe hal-hal buruk lainnya.
Konflik Karakter
Secara psikologis sudah berbeda. Dari sisi psikologis, anak pertama cenderung bersikap sebagai pengatur, merasa dewasa, dan biasa menjadi patokan. Sedangkan anak ketiga biasanya memiliki sikap manja, susah diatur, dan sering semaunya sendiri.
Apabila dua karakter yang bertentangan ini hidup dalam satu rumah, maka tinggal menunggu saja pertengkaran-pertengkaran yang akan terjadi. Masalah memang tak bisa dihindari, tapi setidaknya bisa diwaspadai.
Rumah Tangga Penuh Masalah
Menurut kepercayaan orang Jawa sejak dulu, bahwa pernikahan tersebut akan dirundung banyak pertengkaran.
Pasangan anak pertama dan anak ketiga yang memaksa menikah cenderung akan dihadapkan dengan berbagai badai rumah tangga yang bisa membuat kepala seperti mau pecah. Ketika selesai satu masalah, masalah lain akan bermunculan.
Kesulitan Ekonomi
Bersiaplah menghadapi masalah keuangan, karena rezeki akan terus sulit masuk dalam keluarga. Bahwa mereka akan selalu kesusahan mencari uang untuk nafkah keluarga.
Setiap usaha akan selalu gagal. Pekerjaan sulit didapatkan.
Berujung Kematian
Mitos akan ditinggal mati pasangan. Ancaman yang paling buruk adalah salah satu mempelai atau ayah dan ibu dari keduanya akan meninggal.
Ini mitos yang paling buruk dan membuat pasangan yang hendak menikah harus berpikir seribu kali.
Tentu mereka tidak mau kalau setelah menikah nanti salah satunya akan meninggal. Atau kalau bukan mereka, salah satu ayah atau ibu mereka.
Namun itu semua hanya mitos, kepercayaan yang merupakan bagian dari tradisi dan budaya.
Terkait benar dan tidaknya, tentunya tidak ada yang bisa menjamin atau menggaransinya.
Tetap semuanya kembali kepada keyakinan Anda masing-masing. (*)