LIPSUS: Masyarakat Masih Kebingungan Terkait Penataan Sultan Ground

Seno Pamuji Raharjo (65) yang kaget ketika ada orang yang mengaku memiliki surat atas tanah Sultan Ground yang selama ini dipakainya.

Penulis: Rento Ari Nugroho | Editor: Ikrob Didik Irawan
Tribun Jogja/Rento Ari
Lokasi tanah yang menjadi obyek perselisihan Seno dan Budi di jalan Perintis Kemerdekaan Yogyakarta. 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Keberadaan tanah Kagungan Dalem atau tanah yang dimiliki oleh Keraton merupakan satu dari beberapa ciri keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Meski milik kerajaan, namun tanah ini dalam pemanfaatannya bisa dipakai oleh masyarakat.

Sayangnya, masih banyak masyarakat yang belum memahami pengurusan ijin yang benar tentang penggunaan tanah ini.

Satu contohnya adalah Seno Pamuji Raharjo (65) yang kaget ketika ada orang yang mengaku memiliki surat atas tanah Sultan Ground yang selama ini dipakainya.

Padahal, ia mengaku telah menempati tanah yang berlokasi di jalan Perintis Kemerdekaan Yogyakarta tersebut sejak 1975.

"Kemarin, awal bulan ini ini ada orang ke tempat saya, minta saya mendaftarkan tanah tersebut. Tapi saya herannya kok tahu-tahu yang memberi informasi edaran untuk mendaftarkan malah menguasai. Saya kok malah jadi korbannya. Saya jadi nggak ngerti kenapa bisa begini," katanya ketika mendatangi Kantor Tribun Jogja, belum lama ini.

Seno mengaku, sudah lama ia memanfaatkan lahan tersebut untuk membangun kios dan warung makan.

Legalitas pun belum ia urus karena menurutnya pada awal ia tinggal di situ, tidak ada orang yang mempermasalahkannya.

"Nah, ketika kemarin disuruh mendaftar, kok keluarnya nama orang lain. Ya saya jelas bingung, kenapa bisa begitu," tegasnya.

Sementara itu, ketika Tribun Jogja menelusuri lokasi tanah yang dimaksudkan Seno, tanah tersebut terletak di bawah jembatan Sungai Gajah Wong, tepat di perbatasan kecamatan Umbulharjo dan Kotagede.

Tanah di bantaran sungai tersebut terlihat memiliki semacam gubuk sederhana. Di sekitarnya tanaman pisang dan semak-semak tumbuh lebat.

Di sela-sela tanaman, terlihat patok tanah yang bertuliskan "SG HB VII" berwarna hitam.

Tidak jauh dari patok tersebut ada tangga sebagai akses menuju ke jalan Perintis Kemerdekaan.

Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, tanah tersebut memang menjadi perselisihan antara Seno dengan warga setempat bernama Budi.

"Namun setahu saya, pak Budi yang punya surat hak atas tanah tersebut," katanya pendek.

Tribun Jogja pun berupaya menemui Budi di rumahnya di kampung yang tidak jauh dari lokasi tanah.

Kepada Tribun Jogja Budi mengungkapkan, tanah tersebut memanglah tanah Sultan Ground.

Hanya saja, menurutnya yang menguasai sejak awal bukanlah Seno namun rekannya yang bernama Peno.

"Karena tanah Sultan Ground perlu diurus sertifikasinya, maka Pak Peno pun ingin mengurusnya. Hanya saja beliau sudah sepuh, lalu beliau meminta tanah itu diurus, namun pakai nama saya saja. Kalau pak Seno itu kan tidak punya hak," katanya.

Budi pun lalu menunjukkan surat bukti penguasaan lahan tersebut.

Surat berkop "Yayasan Trah Gusti Kangjeng Ratu Kencana II" tersebut menerangkan bahwa Budi berhak menggunakan tanah seluas 324 meter persegi mulai 2016 hingga 2026.

"Pak Seno itu kan pendatang, ditugaskan jaga malam. Kalau yang orang sini ya saya. Soal perlunya ijin mengurus surat tanah Sultan Ground ini sudah saya lakukan. Prosesnya tidak mudah dan memakan biaya," tegasnya.

Budi mengungkapkan, ia sudah berupaya menghubungi Seno untuk berembug. Namun menurutnya Seno sulit ditemui.

"Kalau sudah begitu, saya harus bagaimana?" tanya dia.

Mengenai penggunaan lahan tersebut, Budi menegaskan, tidak akan melulu untuk tempat usaha.

Apabila warga sekitar memerlukannya untuk dipakai sebagai fasilitas umum, ia mempersilakan.

"Namanya tanah Sultan Ground kan untuk kepentingan umum," katanya.

Apabila dipakai sebagai tempat usaha, Budi mengkhawatirkan, perselisihan atas hak pemakaian tanah tersebut akan mengganggu aktivitas usaha yang ada.

Untuk itu, untuk sementara tanah akan dimanfaatkan untuk lahan penanaman pohon perindang.

Tribun Jogja kemudian berupaya menghubungi Yayasan Trah Gusti Kangjeng Ratu Kencana II, pada kontak yang tertera mengatasnamakan Bomo.

Ketika ditelpon, Bomo mengatakan pihaknya memang mengetahui mengenai perselisihan antara Seno dan Budi. Ketika ditanya lebih lanjut, ia meminta wartawan untuk datang langsung ke kantor.

"Kami tidak bisa menjelaskannya melalui telepon. Harap datang langsung agar lebih jelas," katanya.

Jawaban yang sama keluar ketika Tribun menanyakan mengenai legalitas yayasan dalam pengurusan Sultan Ground. (tribunjogja.com)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved