LIPSUS: Sugeng Kaget Cuci Darah Pakai BPJS Sudah Tak Bisa Lagi Tiga Kali Seminggu
Sugeng terkejut ketika beberapa bulan terakhir ia tak lagi bisa melakukan cuci darah tiga kali seminggu seperti sebelumnya.
Penulis: Rento Ari Nugroho | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Untuk para penderita gagal ginjal, cuci darah atau hemodialisa (HD) sudah menjadi kebutuhan yang tak bisa ditawar.
Apabila kebutuhan itu tak terpenuhi atau dikurangi frekuensinya tentu akan berdampak.
Itulah yang dialami oleh Sugeng Siswoyo (49), yang merasa dirugikan oleh perubahan kebijakan cuci darah melalui layanan BPJS Kesehatan.
Sugeng terkejut ketika beberapa bulan terakhir ia tak lagi bisa melakukan cuci darah tiga kali seminggu seperti sebelumnya.
Terbitnya surat Kepala Cabang BPJS Cabang Utama Yogyakarta No: 135/VI-08/0316 tanggal 1 Maret 2016 tentang Pelayanan Komitmen Mutu Pelayanan Hemodialisa membuatnya merasa dirugikan.
Layanan yang ia terima hanyalah cuci darah selama dua kali seminggu.
"Kalau cuci darah dua kali seminggu dengan jarak antar cuci darah sekitar 4 hari, pada hari yang ke-3 badan akan terasa sakit semua, sendi terasa ngilu semua yang sangat mengganggu aktivitas. Melihat ketentuan yang baru oleh BPJS tersebut, orang yang sudah bedrest saja yang bisa mendapatkan cuci darah hingga 3 kali," paparnya, belum lama ini.
Belasan Tahun
Sugeng bukanlah penderita gagal ginjal yang baru. Sudah belasan tahun ia menderita penyakit ini.
Karena itu, rutinitas cuci darah sudah menjadi kebutuhan penting untuk menunjang aktivitasnya sehari-hari.
Pada awalnya, ia merasakan dunianya berbalik ketika divonis dokter menderita gagal ginjal.
Pada masa mudanya, kesibukan sebagai seorang marketing memaksa membuat gaya hidup Sugeng banyak berubah.
Terlebih ketika ia pindah ke Yogyakarta dari tempat kerjanya di Jawa Timur.
Momen krisis moneter dan perubahan besar dalam pemerintahan pada 1998 berdampak besar pada perusahaan telekomunikasi tempat ia mencari nafkah.
Padahal, sebelum krisis moneter tepatnya pada 1997 ia sudah divonis dokter menderita tekanan darah tinggi alias hipertensi.
Krismon pun semakin memperberat beban pikirannya. Akibat berat menantinya di kemudian hari.
"Pada waktu itu dokter sudah memberi peringatan agar saya hati-hati dan mengendalikan hipertensi saya. Namun karena kondisi seperti itu, saya tidak berhasil, Akhirnya pada 2008 saya dinyatakan menderita gagal ginjal," kata Sugeng kepada Tribun Jogja, pekan lalu.
Darah Tinggi
Setelah vonis dokter tersebut, lanjutnya, ia dianjurkan untuk cuci darah.
Namun karena belum bisa menerima keadaan, hingga enam bulan ia nekat tidak melakukan anjuran dokter. Kembali, akibatnya harus ia tanggung.
"Setelah enam bulan itu badan lemas dan terasa sakit. Akhirnya saya tidak tahan dan menjalani cuci darah. Pada waktu itu juga saya berangsur-angsur mundur dari pekerjaan saya," ungkapnya.
Cuci darah rutin.
Pada awalnya, Sugeng harus menjalani cuci darah seminggu sekali.
Namun ternyata kondisi tubuhnya terus berubah hingga pada 2009 ia harus menambah frekuensi cuci darah atau Hemodialisa (HD) sebanyak dua kali.
"Kondisi tubuh terus menurun. Pada 2010 itu akhirnya saya harus menjalani cuci darah tiga kali seminggu hingga kini di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta," kata warga Gamping, Sleman ini.
Hal serupa dialami oleh penderita gagal ginjal lain, M Zahron Nugroho.
Warga Pandak, Bantul ini juga tak bisa lagi mendapatkan layanan cuci darah. Akibatnya, aktivitasnya di bidang jasa transportasi cukup terganggu.
"Kalau cuma dua kali seminggu, rasanya badan sudah nggak karu-karuan. Kalau ikut syarat BPJS, berarti harus dalam kondisi tak bisa apa-apa baru bisa cuci darah dua kali. Karena itu, saya berharap layanan cuci darah tiga kali seminggu itu bisa dikembalikan," katanya.
Kebijakan BPJS
Sementara itu, Humas RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta, Anwar Fitanta mengatakan, pihaknya sebagai pelaksana layanan kesehatan tidak bisa berbuat banyak selain mematuhi ketentuan dari BPJS.
Perubahan kebijakan mengenai layanan kepada pasien gagal ginjal menjadi dua kali cuci darah dalam seminggu inipun telah diterapkan selama tiga bulan terakhir.
"Kami pun berusaha menjelaskan perubahan ini ke pasien. Kami pun memberikan edukasi agar mereka tetap fit misalnya dengan memperbaiki gaya hidup. Namun terkait jumlah layanan ini, karena sudah regulasi kami tidak bisa berbuat apa-apa," ujarnya.
Pasien gagal ginjal pun menurutnya menhadapi pilihan cukup sulit. Apabila mereka tetap ingin cuci darah tiga kali seminggu, satu kali biaya cuci darah harus mereka tanggung.
Tidak Murah
Padahal, biayanya tidak murah. Untuk sekali cuci darah biaya berkisar Rp 650-750 ribu.
"Kalau setiap minggu harus mengeluarkan biaya sebanyak itu, tentu bukan pilihan yang ringan terutama untuk mereka yang berkemampuan terbatas," kata dia.
Sugeng dan Zahron tidak sendirian. Beberapa rekan yang rutin menjalani cuci darah secara bersamaan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta pun harus menghadapi kenyataan bahwa mereka kini tak lagi bisa cuci darah tiga kali seminggu.
Tak mau tinggal diam, mereka pun mulai mencari jalan keluar. Selain melayangkan keluhan ke BPJS Kesehatan KCU Yogyakarta, mereka pun menghubungi Lembaga Ombudsman DIY. (tribunjogja.com)