Kisah Nenek Neti yang Setia Menempati Rumah Peninggalan Zaman Belanda
Neti mendapatkan cerita dari mertuanya, jika saat zaman penjajahan Jepang rumah itu sempat dikosongkan. Dan setelah kembali lagi kaca-kaca itu telah m
Penulis: akb | Editor: Ikrob Didik Irawan
Hilir mudik pekerja pabrik gula meramaikan susasana desa Ngadiman kecil. Cerobong tinggi yang berada di bangunan mengeluarkan asap pembakaran.
Terlebih lagi saat masa panen tebu datang. Ratusan pekerja pribumi berdatangan untuk berkerja di pabrik tersebut.
Jika pejabat pabrik tinggal di rumah-rumah Indis di depan pabrik, pekerja pribumi tinggal di mess yang bedekatan dengan pasar Tanjungtirto saat ini.
"Dulu makmur sekali, terus 1942 Jepang datang, dipakai Jepang. Juga dipakai pabrik gula, tapi tidak seperti waktu Belanda," tuturnya.
Berbeda
Namun kenangan pabrik gula itu saat ini sudah tidak meninggalkan debunya sekalipun. Bangunan yang saat ini menurutnya sangat berbeda dengan bangunan pabrik gula Belanda.
Mulai dari bentuk hingga komponen bangunan telah jauh berbeda.
Pada masa kemerdekaan, bangunan parbrik gula dirobohkan sama rata dengan tanah.
Mesin-mesin yang digunakan untuk memproduksi gula tak meninggalkan jejaknya lagi. Cerobong-cerobong pembakaran juga ikut menghilang.
"Saya lihat sendiri pipa-pipa (cerobong) itu dirobohkan. Kalau rumah-rumahnya dijadikan asrama tentara," tutur Ngadiman.
Kemudian, sekitar tahun 1952 di atas tanah bekas pabrik gula itu dibangun kembali oleh perusahaan swasta untuk digunakan sebagai gudang tembakau.
Namun perusahaan swasta itu tidak bertahan lama. Bagunan itu selanjutnya diambil alih oleh pemerintah Indonesia dan digunakan untuk gudang tembakau Tanjungtirto hingga saat ini.
BCB
Kepala Seksi Pelestarian dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPBCB) Yogyakarta, Wahyu Astuti menuturkan hingga saat ini belum ada penetapan bangunan cagar budaya (BCB) terhadap bangunan zaman penjajahan Belanda di Berbah, Sleman.
Tidak terkecuali rumah yang ditinggali oleh Neti mendapat penghargaan pada 2015 lalu.