Kisah Nenek Neti yang Setia Menempati Rumah Peninggalan Zaman Belanda
Neti mendapatkan cerita dari mertuanya, jika saat zaman penjajahan Jepang rumah itu sempat dikosongkan. Dan setelah kembali lagi kaca-kaca itu telah m
Penulis: akb | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM , SLEMAN - Pagi itu Neti Gabeler (79) terlihat sibuk menyapu pelataran yang berada belakang rumahnya.
Dengan sapu lidi digenggamannya, ia tampak terbungkuk-bungkuk membersihkan pelataran rumah peninggalan zaman penjajahan Belanda itu.
Neti yang merupakan keturunan Belanda dengan Arab sudah lama mendiami bangunan tua bergaya Indis yang berada di Jalan Tanjungtirto, Dusun Teguhan, Desa Tanjungtirto, Kecamatan Berbah, Sleman.
Rumah yang ditinggali bersama anak dan cucunya itu merupakan peninggalan mertua Neti.
Gaya arsitektur bangunan dengan sembilan ruangan yang dihuni Neti tampak berbeda dengan bangunan rumah saat ini.
Bangunan itu dulunya merupakan rumah dinas pabrik gula Tanjungtirto yang dibangun sekitar tahun 1923.
"Bapak mertua dulu bekerja di pabrik depan rumah itu. Kalau suami saya ABRI dulu, tapi sudah meninggal," tutur Neti.
Sultan Ground
Bangunan yang menghadap ke selatan berdiri di tanah Sultan Ground itu terdiri dari bangunan utama dan bangunan belakang.
Di bagian depan terlihat panel-panel kaca. Sayangnya, kaca-kaca tersebut telah menghilang entah kemana.
Neti mendapatkan cerita dari mertuanya, jika saat zaman penjajahan Jepang rumah itu sempat dikosongkan. Dan setelah kembali lagi kaca-kaca itu telah menghilang.
Bangunan rumah yang tinggi, jendela-jendela besar berhiaskan krepyak menarik pandangan mata.
Saat memasuki rumah Neti tampak langit-langit tertutup plafon berbahan plat seng.
Bouvenlight berbentuk bulat ciri bangunan indis membuat dalam rumah terang.
Hampir setiap sudut banguan menyiratkan usia rumah yang telah puluhan tahun dibangun itu.
"Saya tidak pernah mengubah-ubah, ini (bangunan) masih bentuk asli," tuturnya.