Penertiban Pembangunan Kios di Lahan SG di Pesisir Gunungkidul Ditentang Warga
Dalam beberapa bulan terakhir pun mulai muncul banyak perebutan antara warga lokal dengan pihak-pihak yang memiliki surat kekancingan panitiskismo.
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Muhammad Fatoni
Laporan Reporter Tribun Jogja, Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, GUNUNGKIDUL - Penguasaan lahan Sultan Ground ( SG) oleh masyarakat di wilayah pesisir Gunungkidul menjadi bom waktu yang bisa meledak setiap waktu.
Dalam beberapa bulan terakhir pun mulai muncul banyak perebutan antara warga lokal dengan pihak-pihak yang memiliki surat kekancingan panitiskismo.
Bahkan pada Selasa ( 1/3/2016) siang, perebutan hak pengelolaan antara warga lokal dengan pihak yang mengaku memiliki surat kekancingan harus berakhir dengan penyegelan oleh Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.
Satuan Polisi Pamong Praja yang dipimpin langsung oleh Asisten Sekda Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Tommy Harahap, menyegel pembangunan kios dan kamar mandi di Pantai Sadranan, Desa Sidoharjo, Tepus.
Petugas meminta proses pembangunan kios dan kamar mandi yang menempati tanah SG dihentikan dengan menempelkan kertas pengumuman di dinding bangunan.
Di lahan yang berada di tepi pantai tersebut, ada 17 warga yang sudah mulai membangun pondasi dan kios secara permanen di atas lahan SG yang diaku sudah memiliki surat kekancingan atas nama nyonya Slamet.
Proses penyegelan sendiri berjalan lancar meski sempat mendapatkan penolakan dari warga yang tengah membangun kios dan kamar mandi.
Warga menolak penyegelan yang dilakukan oleh pemerintah karena merasa sudah ada kesepakatan dengan investor yang mengaku sudah memiliki kekancingan.
“Kalau mau ditertibkan, kami minta semuanya ditertibkan. Jangan hanya kelompok kami saja. Kami minta pemda memikirkan putra daerah,” kata salah seorang warga yang tengah membangun kios di kawasan Pantai Sadranan, Pardal di lokasi penyegelan.
Menurutnya, di lahan yang tengah digarap oleh warga ini, ada 12 kios yang tengah mulai dibangun oleh warga. Rencananya, kios yang baru dibangun akan dijadikan warung serta kamar mandi oleh warga.
Sementara di bagian ujung lokasi, sudah ada lima kios milik warga yang berdiri sejak lama.
Jika memang pemerintah harus melakukan penertiban pembangunan kios dan tempat usaha di tanah SG, seharusnya dilakukan secara menyeluruh.
Penertiban jangan dilakukan pilih tebang karena di sepanjang pesisir selatan banyak bangunan yang didirikan di atas tanah SG.
“Kalau mau ditertibkan, seharusnya semuanya. Jangan hanya kelompok kami,” ucapnya.
Warga lainnya, Murbani mengaku pihaknya sebenarnya siap untuk mengurus segala perizinan. Hanya saja, selama ini warga tidak ada yang tahu bagaimana proses pengajuan izin pembangunan lokasi usaha yang menggunakan tanah SG.
“Kami siap untuk menaati aturan. Jika kami diminta mengurus izin, kami siap untuk melakukannya,”ucapnya. (*)
