Polemik Sabdaraja
Dewan Tak Akan Ikut Campur Masalah Keraton
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tidak akan ikut campur mengenai polemik yang ada di Keraton
Penulis: had | Editor: Ikrob Didik Irawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tidak akan ikut campur mengenai polemik yang ada di Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Karena wewenang Dewan hanya sebatas pada wilayah pemerintahan.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua DPRD DIY, Rani Widayati, menerima audiensi dengan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), mengenai polemik Raja Keraton dari sudut pandang legislasi, di DPRD DIY, Rabu (27/5).
“Kita tidak punya kewenangan di dalam Benteng (Keraton dan Kadipaten Pakualaman), kita hanya di luarnya,” kata Rani.
Ia menjelaskan, sesuai amanat Undang-undang Keistimewaan DIY, Keraton memiliki kewenangan tersendiri. Termasuk mengenai polemik pergantian gelar Sultan dan suksesi, adalah urusan internal keluarga.
Dewan hanya menerima hasil kesepakatan yang dikeluarkan keraton.
“Biarlah di dalam Keraton mengadakan musyawarah bersama. Kami yang di dewan tinggal melaksanakan kesepakatan tersebut,” katanya.
Politisi Golkar ini mengutarakan, seorang Sultan yang akan menjabat Gubernur memang harus memenuhi kriteria yang ditentukan dalam UUK dan Perdais.
Tapi, Dewan hanya berwenang mengecek kesesuaian antara data diri calon Gubernur dengan ketentuan UU dan paugeran yang tertulis.
Anggota DPRD DIY dari Fraksi Kebangkitan Nasional, Suparja menambahkan, antara paugeran dengan sabdaraja memiliki kedudukan yang sama sebagai sebuah aturan. Sehingga dewan tidak memiliki kewenangan mencampurinya.
“Apakah (calon Gubernur) seorang laki-laki ataupun perempuan semuanya memungkinkan. Karena Undang Undang bisa diubah,” ujar politisi Nasdem ini.
Perubahan UU tersebut menurutnya dapat dilakukan melalui Judicial Review. Semua pihak mulai Keraton, Pemda DIY, perguruan tinggi, masyarakat umum, dan lain-lain dapat mengajukannya ke Mahkamah Konstitusi.
Sebelumnya, GBPH Yudhaningrat, Sabtu (9/5/2015) lalu mengatakan, para Rayi Dalem atau 11 Pangeran, menentang Sabdaraja dan dawuh raja.
Kesepakatan tersebut telah disampaikan ke KGPH Hadiwinoto selaku saudara tertua untuk disampaikan pada Sultan HB X.
Adapun alasan menentang karena isi Sabdaraja dan dawuh raja tidak sesuai paugeran pokok. Bahkan dirinya menilai bahwa hal itu cacat hukum dan batal demi hukum.