Liputan Khusus Pencemaran Sungai
Lampu Merah Kali di Yogya
Data hasil survei BLH Kota Yogyakarta menunjukkan kondisi lingkungan sungai-sungai yang mengalir di Kota Yogya saat ini jauh di atas ambang baku mutu
Penulis: Yoseph Hary W | Editor: tea

Laporan Reporter Tribun Jogja, Yosep Hari Wibowo
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Data hasil survei Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Yogyakarta menunjukkan kondisi lingkungan sungai-sungai yang mengalir di Kota Yogya saat ini jauh di atas ambang baku mutu.
Ada banyak kandungan biological oxygen demand (BOD), chemical oxygen demand (COD), bakteri escherichia coli (e-coli) dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang berasal dari limbah industri serta rumah tangga. COD adalah kebutuhan oksigen kimia untuk reaksi oksidasi terhadap bahan buangan di dalam air. Sedangkan BOD merupakan kebutuhan oksigen biologis untuk memecah bahan buangan di dalam air oleh mikroorganisme. "Kondisi air sungai dari waktu ke waktu mengalami peningkatan atau lebih baik. Tapi secara data masih di atas ambang baku mutu," kata Kepala Bidang Kapasitas Lingkungan BLH Kota Yogyakarta, Ika Rostika, Senin (30/6).
Tidak berbeda jauh data dari BLH DIY yang menunjukkan betapa kondisi sungai di Yogyakarta masih memprihatinkan. Hasil uji laboratorium BLH DIY pada Februari 2013, kandungan BOD di Kali Winongo mencapai 15 atau di atas ambang baku mutunya hanya tiga.
Sementara kandungan COD lebih baik, yaitu 20, dari ambang batas 25. Data tersebut fluktuatif dari waktu ke waktu. Demikian juga kandungan e Coli tinja mencapai 93 ribu, jauh di atas ambang baku mutunya sebesar 1.000, dengan total e Coli 460 ribu dari ambang batas 5.000.
Kandungan zat lainnya pun demikian tinggi, antara lain Sulfida sebesar 0,14 dari baku mutu 0,002, deterjen limbah industri seperti laundry sebesar 225 dari baku mutu 200, dan kandungan tembaga mencapai 0,04 dari ambang baku mutu 0,02.
Fluktuatif
Kepala Sub Bidang Pengendalian Pencemaran Air Tanah dan B3, BLH DIY, Ir Reni Anggraeni MSc, mengatakan, parameter sifatnya fluktuatif. Selain itu, hasil uji laboratorium juga dipengaruhi musim. Padahal, saat ini musim hujan dan kemarau tak tentu perubahannya.
Dia mencontohkan, hasil uji lab di Kali Winongo wilayah Karanggeneng, kandungan e Coli jauh lebih tinggi dibanding 2013. Pada Februari 2014, diketahui e Coli tinja di sungai itu 240 ribu, sedangkan e Coli totalnya 930 ribu.
"Baik dan buruk itu sangat fluktuatif. Parameternya juga rumit. Kandungan COD pada 2013 di bawah ambang baku mutu juga tidak berarti itu baik," tutur Reni.
Ketua Forsida Gajah Wong, Agus Supriyanto, sampai tak habis pikir dengan kondisi air sungai secara keseluruhan di Yogyakarta. Menurutnya, ibarat pembuluh darah dalam tubuh manusia, sungai merupakan sarana pengangkut sumber makanan atau sumber kehidupan.
"Bayangkan sungai kotor, mencemari air sumur dan mata air. Ini keprihatinan, kembalikan fungsinya sebagai sumber kehidupan dan pusat peradaban manusia. Kembalinya sanitasi dan keanekaragaman hayati sungai akan berimbas pada ekonomi masyarakat," imbuhnya.
Diam-diam
Terkait masih tingginya kandungan bakteri e Coli yang berasal dari tinja ke sungai-sungai di Kota Yogya, ada sinyalemen pembuangan limbah tinja masih dilakukan oleh masyarakat secara diam-diam.
Ketua Forum Komunikasi Daerah Aliran Sungai (Forsidas) Gajah Wong, Agus Supriyanto, ketika ditemui di kompleks Bulak Sumur UGM, mengungkapkan perilaku membuang tinja ke sungai masih terjadi. Meski demikian, menurutnya, hal itu dilakukan terselubung.
"Apa yang terlihat sekarang ini masyarakat telah banyak yang memiliki sarana MCK di sekitar rumah mereka. Namun yang patut disayangkan saluran limbahnya masih mengalir ke sungai tanpa melalui instalasi seperti septitank. Ini hanya modus lain dari buang air besar ke sungai," kata Agus.
Melihat fakta itu, Agus menegaskan efek atau dampak buruk terhadap kebersihan dan kesehatan sungai akan sama. Ribuan bakteri e Coli akan tetap ada di sungai sehingga standar mutu airnya pun melebihi baku mutu yang ditetapkan.
Kasubid Pengendalian Pencemaran Air Tanah dan B3, BLH DIY, Ir Reni Anggraeni Msc, membenarkan, parameter tingkat bakteri e coli di air sungai memang berkaitan dengan kebiasaan masyarakat.
Jika baru-baru ini terlihat kebiasaan masyarakat membuang limbahnya ke sungai sudah berkurang, namun tidak mutlak atau berdampak langsung pada peningkatan kualitas air sungai. Pasalnya, kesadaran masyarakat mengenai hal itu sebenarnya belum penuh.
"Memang tidak tampak mereka membuang atau BAB di sungai. Tapi ternyata ada temuan pembuangan BAB masih mengalir ke sungai. Nampaknya mereka tidak lagi ke sungai langsung hanya karena malu," ujar Reni.
Padahal, dengan kondisi seperti itu kualitas air tidak akan banyak mengalami peningkatan. Data temuan atau hasil uji laboratorium sifatnya hanya fluktuatif. Dengan demikian, upaya mengembalikan fungsi sungai sesuai kelas-kelasnya akan sulit dilakukan.
Sungai di Yogyakarta memiliki pembagian dalam beberapa kelas sesuai fungsinya. Kelas satu merupakan aliran sungai di daerah hulu. Alur Kali Winongo, kelas satu mencakup aliran sungai dari hulu hingga Mlati, Sleman. Sementara kelas dua hingga daerah Kretek Bantul.
"Kelas 1 peruntukannya sebagai air baku atau air minum jika memenuhi persyaratan. Kelas 2 untuk keperluan rekreasi, budidaya ikan, peternakan, wisata dan pengairan sawah. Tapi dengan kondisi saat ini semua itu belum sepenuhnya tercapai terutama untuk kelas 1," lanjutnya.(ose)