Liputan Khusus Penipuan Iuran Sampah
Indikasi Lunturnya Ikatan Sosial Warga
Minimnya laporan kepada pihak berwenang soal kasus penipun semacam tagihan sampah, bukan hal kebetulan
Penulis: Hendy Kurniawan | Editor: tea
Laporan Reporter Tribun Jogja, Hendy Kurniawan
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Minimnya laporan kepada pihak berwenang soal kasus penipun semacam tagihan sampah, bukan hal kebetulan. Melainkan ada kecenderungan masyarakat mengalami sindrom powerless. Artinya tidak memiliki cukup keberanian melawan hal hal yang merugikan.
ANALISA ini disampaikan sosiolog kriminalitas UGM Yogya, Suprapto, kepada Tribun Jogja. Penyebab utamanya adalah semakin lunturnya kerja sama antara warga yang dipicu kecenderungan pola hidup individual.
"Kerjasama dengan warga sekitar adalah kuncinya. Jadi ketika kolektivitas terbangun, maka akan muncul rasa percaya diri atau berani," jelas Suprapto. Tak cukup di situ. Respon aparat keamanan terhadap laporan laporan dari masyarakat juga penting.
Karena ketika aparat tidak memberikan tanggapan responsif, membuat masyarakat mengalami perasaan apatis. Dengan kata lain, membuat kapok warga untuk melapor. Ujung ujungnya persoalan semakin tak teruraikan.
Suprapto diminta tanggapan dan menganalisis kejadian penipuan bermodus tagihan sampah di Seturan, Babarsari, Sleman. Modus tipu-tipu ini menyasar warga dan pendatang yang baru buka usaha di wilayah itu.
Pelaku memanfaatkan kelengahan dan ketidaktahuan pemilik usaha atas ketentuan lingkungan. Pelaku juga memahami karakter pemilik usaha baru yang biasanya belum mengenal lingkungan secara baik.
Pola koordinasi wilayah, lanjut Suprapto, sangat berperan menangkal aksi aksi penipuan. Kuncinya adalah tidak tergesa dan selalu konfirmasi dengan pemangku wilayah.
Semisal ada tagihan iuran, sumbangan atau apa pun bentuknya. Selalu kroscek dengan aparat setempat atau minimal tetangga terdekat.
Memang, orang baru relatif lebih rentan menjadi korban penipuan. Terlebih jika belum melakukan koordinasi dengan pemangku wilayah sebagai warga baru. Ketika mendapati praktik penipuan akan jauh lebih percaya. Karena akses konfirmasi lebih terbatas.
Maka dari itu, Suprapto berpesan jika kewaspadaan berperan penting. Bukan berarti masyarakat menjadi paranoid atau tidak mudah percaya. Melainkan sebuah upaya mengantisipasi tindakan yang merugikan, baik secara moril atau materiil.
"Penipuan semacam ini semakin berkembang modusnya. Cara konvensional maupun moderen tetap memiliki potensi besar mendapat korban," tukas dia menutup perbincangan.(hdy