Liputan Khusus Riwayat Pedagang Kaset

Toko Kotamas pun Tak Tersisa Jejaknya

PADA dekade 1900 an penikmat musik di Yogya tak bisa lepas dari toko kaset Kotamas.

Penulis: Hendy Kurniawan | Editor: tea
Hendy Kurniawan/Tribun Jogja
Zamzani saat masih berdagang kaset di Pasar Beringharjo 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Hendy Kurniawan

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - PADA dekade 1900 an penikmat musik di Yogya tak bisa lepas dari toko kaset Kotamas. Berada di jantung kota, yakni Jalan Malioboro 187 atau seberang Hotel Inna Garuda, toko ini menjadi rujukan utama karena koleksinya dikenal sangat komplet.

Namun, 10 tahun lalu, toko ini gulung tikar. Maraknya pembajakan karya dan booming internet membuat Kotamas tak mampu bertahan. Kini bekas toko itu ditempati gerai produk feysen dan suvenir, Pasar Seni Nadzar.

"Ceritanya sini dulu toko kaset Kotamas. Kami masuk sudah kosong beberapa tahun. Tapi sepertinya (Kotamas) toko besar," kata Koordinator Toko Pasar Seni Nadzar, Nugroho, Senin (10/2).

Keterangan serupa juga diberikan Erik, pebecak yang mangkal di wilayah itu. Meski tidak pernah berinteraksi dengan pemilik Kotamas, menurut Erik, toko itu ramai pembeli setiap harinya. Sampai akhirnya harus tutup di sekitar akhir 1990.

Cerita kebesaran Kotamas masih teringat di benak Basuki R. Kala SMA dan kuliah pada awal 1990 an, Basuki jadi pelanggan setia Kotamas. Bisa dipastikan, seminggu sekali pria ini membeli satu kaset hasil menyisihkan uang jajan.

Saking dekatnya dengan pemilik Kotamas, Basuki kerap meminta disimpankan satu album baru yang akan rilis. Terutama jika itu adalah band favorit semacam Metallica, Queen, Led Zeppelin dan sebagainya.
"Saya dulu jajan di kantin sekolah kalau cuma habis olah raga. Selebihnya nggak pernah jajan, (duit) buat beli kaset," ujar pria 39 tahun ini, Selasa (11/12).

Tiket Metallica
Ia menjadi pelanggan loyal toko itu, Basuki turut menjadi satu orang penonton konser Metallica di Jakarta (1993) tiketnya diusahakan pemilik Kotamas. Pria asal Cilacap ini pun melenggang ke Lebak Bulus, menikmati penampilan James Hetfield dkk yang berakhir rusuh.

Namun, momen saat mengumpulkan uang dan membeli kaset telah berlalu. Toko kaset di Yogyakarta perlahan tapi pasti berguguran. Tak lebih dari hitungan jari satu tangan yang bertahan, seperti Disc Tara dan Popeye di Jalan Mataram. Lainnya telah lama menutup usaha.
Usaha mencari keberadaan pemilik Kotamas tidak membuahkan hasil. Tak ada satu pun yang mengetahui keberadaan pengusaha ini. Namun, Tribun bertemu pemilik toko kaset Podomoro, yang juga telah tutup.

Sulistyowati, nama pemilik Podomoro yang telah menjual kaset sejak akhir tahun 1969. Berada di selatan Malioboro Mal, Sulis sempat menikmati masa kejayaan berjualan kaset. "Sebelum Waljinah punya album di Lokananta saya sudah jual kasetnya," ujar wanita 72 tahun ini saat ditemui, Rabu (12/2).

Kala itu, Sulis bersama sang suami berjualan kaset dari bermacam genre. Mulai dari seni tradisi, artis barat, pop Indonesia dan sebagainya. Namun, nenek 6 cucu ini tak lagi ingat berapa keuntungan yang diperolehnya saat itu.
"Cukup besar (untungnya). Seingat saya pagi jam 9 sudah ada orang datang ke toko mau beli kaset," katanya. Sampai akhirnya, Sulis harus berhenti berjualan kaset pada tahun 1996. Selain peminat mulai sepi, membagi waktu untuk mengurus keluarga menjadi alasan lain.
"Zaman sekarang memang sudah engga laku. Dengerin MP3 di HP saja sudah praktis, nggak usah beli kaset," kata Sulis lalu tertawa.

Popeye eksis
Namun demikian, satu toko yang masih eksis berjualan kaset dan CD adalah Popeye. Sebelum menempati lokasi sekarang di Jalan Mataram, toko ini berada di Jalan Perwakilan, tepatnya di utara Malioboro Mall.
Sampai detik ini, Popeye masih setia menjual kaset pita. Sebagian besar merupakan karya seni tradisional seperti wayang, tembang jawa dan lain lain. Dipajang dengan rapi berjajar di tembok sebelah selatan toko.

Begitu pula dengan CD artis Indonesia maupun luar negeri. Popeye masih setia melayani para penikmat musik meskipun zaman telah berubah. Poster poster musisi lengkap dengan art work menghiasai tembok luar toko.

Sayang, sampai berita ini ditulis pemilik Popeye, pasangan suami istri Denny dan Lany sedang di luar kota. Tidak banyak cerita yang bisa diungkap mengenai lika-liku bisnis produk seni musik yang saat ini kian ditinggalkan penikmatnya.
"Kalau kaset yang ramai (genre) tradisional. Pembelinya juga orang orang tua," kata seorang karyawan Popeye.(hdy)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved