Kedelai Mahal
Laba Perajin Tahu Melorot 60 Persen
Sarjono, pengusaha tahu di Krapyak, Margo Agung, Seyegan, Sleman, juga sama. Meski keuntungan berkurang drastis, tetap berjualan

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Sarjono, pengusaha tahu di Krapyak, Margo Agung, Seyegan, Sleman, juga melakukan hal yang sama. Meski keuntungan berkurang drastis, ia pun tetap berjualan. "Meski mahal, ya tetap jualan tahu. Sudah sejak tahun 1979 saya membuat tahu. Dulu pernah harga kedelai mencapai Rp 9.000 per kilogramnya, tapi ya tetap jualan," kata dia.
Pengusaha tahu dan tempe di Gunungkidul pun mulai merasakan dampak naiknya harga kedelai. Tri Atmaji (35), satu di antara perajin tempe di Gunungkidul, punya kiat menekan kerugian, dengan cara mengurangi produksi hingga 40 persen. Dari biasanya 80 kilogram kedelai, kini saat ini hanya berproduksi 50 kilogram. "Untuk menjaga layanan pada pelanggan saja," imbuhnya.
Sedangkan di Kulonprogo, dampak kenaikan harga kedelai belum dirasakan pengusaha tahu dan tempe di wilayah ini. Permintaan pasar yang meningkat tajam pada awal puasa, bisa menutup pembengkakan biaya produksinya.
Hariyani (34), perajin tahu di Kaliwiru, Tuksono, Sentolo, mengaku, kenaikan harga kedelai cukup memberatkan pengusaha. Namun sampai saat ini belum terlalu dirasakan karena permintaan tahu cukup besar.
Apalagi, upaya mengurangi ukuran yang dilakukannya, ternyata tidak mengurangi minat masyarakat untuk membeli tahu. Wal hasil, meski keuntungan per unit sedikit, tapi karena permintannya besar, total untung yang diperoleh Hariyani tetap sama dengan kondisi normal. "Selain mengurangi ukuran tahu, kami juga mensiasatinya dengan menaikkan harga ampas tahu," ucapnya. (*)