Kedelai Mahal
Kenaikan Harga Kedelai Sudah Tidak Wajar
Perajin tahu dan tempe di Jakarta dan sekitarnya, mulai hari ini (25/7/2012) hingga 27 Juli mendatang

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Perajin tahu dan tempe di Jakarta dan sekitarnya, mulai hari ini (25/7/2012) hingga 27 Juli mendatang, akan berhenti berproduksi. Aksi itu untuk mendesak pemerintah menstabilkan harga kedelai, yang dalam empat hari mengalami lonjakan hingga 45 persen. Pada Selasa (24/7/2012), harga bahan baku tahu dan tempe itu sudah menyentuh Rp 8.000 per kilogram.
Bila tak juga ada tindakan kongkret pemerintah, perajin tahu dan tempe di Indonedia, tak terkecuali di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah (Jateng) akan gulung tikar. Kini, sejumlah perajin yang masih bertahan sudah mengalami penurunan keuntungan hingga 60 persen.
Muchlar (57), perajin tempe di Sambisari Joho, Depok, Sleman menyebut kenaikan itu sudah tidak wajar. Meski sudah mengecilkan ukuran tempe produksinya, ia tak lagi bisa meraih untung. "Tipis sekali untungnya," kata Muchlar, saat ditemui di rumahnya, Selasa (24/7/2012).
Bila harga kedelai bertahan di kisaran Rp 8.000 dalam seminggu ke depan, Muchlar yang sudah menjadi perajin sejak 32 tahun lalu itu, berancang-ancang menghentikan produksinya hingga harga harga normal.
Untuk bertahan dan bisa mendapatkan sesuap nasi, kini Muchlar mengecilkan ukuran tempe produksinya. "Mungkin ini (mengecilkan ukuran) lebih baik daripada menaikkan harga tempe. Namun, tetap saja akan berdampak pada daya beli masyarakat," lanjut pengusaha yang punya 20-an karyawan itu.
Dwijo Sunaryo (60), perempuan perajin tempe tradisional asal Joho, Depok, Sleman pun melakukan hal yang sama. Untuk menutup ongkos produksi, ia mengurangi ukuran tempe produksinya. Tempe produksinya yang khas berbungkus daun pisang itu kini menjadi lebih tipis dari sebelumnya. "Saya harap, setelah puasa harga bisa turun," lanjut perempuan yang bisa mengolah 12 kilogram kedelai per hari ini. (*)