Lapisan Purba di Sektor Barat Daya

Menurut Berthommier, berdasarkan studi stratigrafi, sejarah Merapi dapat dibagi atas empat periode.

Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Setya Krisna Sumargo
zoom-inlihat foto Lapisan Purba di Sektor Barat Daya
TRIBUN JOGJA.COM/DOK
Sisa Candi Kimpulan di komplek perpustakaan kampus UII.
MEMPELAJARI gunung Merapi adalah membaca sejarah yang tak ada habisnya. Secara geologis sejarah terbentuknya Merapi sangat kompleks. Gundukan menjulang setinggi 2.968 mdpl, yang kini kita kenal sebagai Merapi adalah gunung muda.

Ada dua pengkategorian sejarah gunung ini menurut Wirakusumah (1989), yaitu Merapi Muda dan Merapi Tua. Penelitian selanjutnya oleh Berthomier (1990), Newhall & Bronto (1995), Newhall et.al (2000) menemukan unit-unit stratigrafi di Merapi yang semakin detail. 

Menurut Berthommier, berdasarkan studi stratigrafi, sejarah Merapi dapat dibagi atas empat periode. Periode praMerapi terjadi lebih kurang 700 tahun lalu, yang jejaknya kini dikenal dengan nama gunung Bibi, lokasi kaki-kakinya di sebelah timur puncak Merapi yang sekarang. 

Sangat sulit menemukan batuan segar di gunung Bibi, karena alterasi sangat kuat di gunung yang jenis batuannya bersifat andesit-basaltik namun tak mengandung orthopyroxen. Puncak Bibi saat ini mempunyai ketinggian sekitar 2.050 mdpl dengan jarak datar antara puncak Bibi dan puncak Merapi sekitar 2,5 kilometer. 

Periode berikutnya yang dikenal dengan sebutan Merapi Tua. Ini fase awal pembentukan Merapi sekarang yang kerucutnya belum sempurna. Ekstrusi awalnya berupa lava basaltik yang membentuk bukit Turgo dan bukit Plawangan.

Umurnya sekitar 40.000 tahun. Produk aktivitasnya terdiri dari batuan dengan komposisi andesit basaltic dari awan panas, breksiasi lava, dan lahar. Kedua bukit ini akan jadi titik transit dan salah satu fokus penelusuran tim Ekspedisi Sabuk Merapi 2011 yang digagas Tribun Jogja dan BPPTK Yogyakarta. 

Di periode yang lebih muda, tim akan mencoba mengekplorasi riwayat tertimbunnya situs Candi Kimpulan di komplek perpustakaan kampus UII di Jalan Kaliurang Km 14. Pendalaman terhadap situs ini diharapkan akan menjawab sejumlah pertanyaan penting. 

Antara lain soal produk letusan Merapi kaitannya dengan teka-teki berakhirnya kebudayaan Jawa Kuno atau Mataram Hindu di sekitar lereng Merapi. Juga akan menggali apakah benar pernah ada erupsi dahsyat Merapi pada tahun 1006 yang menimbulkan pralaya luar biasa besar. 

Data awal yang dikumpulkan menjelang ekspedisi, ahli geologi UGM, Dr Ir Subagyo Pramumijoyo DEA mengatakan, letusan Merapi 1006 belum terbukti secara empiris. Sebab, hingga saat ini belum ditemukan age dating pada lapisan tanah yang mengubur situs purbakala di kawasan Merapi. 

"Tidak adanya penelitian umur tanah melalui age dating soal letusan tahun itu, kalau pun mengubur tidak dalam sekali letusan, namun secara bertahap," kata penyandang gelar doctor Universitas de Paris-Sud, Prancis ini. 
 Keberadaan bukit Turgo dan bukit Plawangan yang cukup tinggi di lereng selatan Merapi, meski selintas disebut dalam ulasan para ahli sebagai produk jatuhan atau runtuhan Merapi sekitar 40 ribu tahun lalu, juga masih menimbulkan tanda tanya, seberapa besar kira-kira skala letusan Merapi pada saat itu.

Apakah Turgo dan Plawangan produk sekali erupsi, atau proses berulang-ulang dari jatuhan piroklastik atau klastik berulang-ulang dalam periode yang lama. Kita sekarang hanya mengenal Turgo dan Plawangan sebagai benteng alam wilayah Girikerto, Turi, maupun Kaliurang dan Pakem dari muntahan langsung Merapi.

Jalur bahaya primer di hulu Kali Boyong maupun sekunder hingga aliran Kali Code yang membelah Kota Yogya juga akan ditelusuri oleh tim ekspedisi di sektor barat daya, untuk mempelajari morfologi sungai yang kemungkinan berubah. Selain itu trek kultural Kinahrejo juga akan dijajal hingga titik Kendit di atas lokasi upacara Labuhan di Paseban.(Tribunjogja.com)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved