Menelusuri Jejak Pu Kumbhayoni
Hasil Penelusuran untuk Mencari Dua Dusun Kuno di Antara Bukit dan Lembah di Selatan Ratu Boko
Nama Nglangkap dan Mlakan ini sangat menarik. Kedua nama itu memiliki kedekatan nama dengan Langka dan Wulakan, seperti disebut dalam prasati Pereng
Penulis: Setya Krisna Sumargo | Editor: Mona Kriesdinar
Menelusuri Jejak Kumbhayoni, Tokoh Misterius di Puncak Kejayaan Medang (5)
Hasil Penelusuran untuk Mencari Dua Dusun Kuno di Antara Bukit dan Lembah di Selatan Ratu Boko
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Peristiwa itu terjadi 1.157 tahun lalu, tepatnya pada 25 Januari 862 Masehi. Atau dalam bahasa Jawa Kuna disebutkan sebagai berikut; “swastisaka warsatita 784 magha masa suklapaksa trtiya somawara.”
Artinya, “Selamat tahun Saka telah berlalu 784 pada paro terang bulan Magha hari senin tanggal 3”. Inilah momen penting saat Rakai Walaing Pu Kumbhayoni mengeluarkan prasasti batu yang kemudian dikenal sebagai Prasasti Wukiran atau Prasasti Pereng.

Kejadian itu ditulis secara rinci dalam inskripsi Pereng, yang ditemukan di Dusun Pereng, Sumberrejo, Prambanan. Tahun persis penemuan belum diketahui, namun prasasti itu jadi koleksi Museum Nasional sejak 1890.
Prasasti berbahasa Sanskerta campur Jawa Kuna itu pertama kali dibaca sejarawan Cohen Stuart (1868 dan 1875), ditelaah Hendrik Kern pada 1917. Sebagian intrepretasinya memicu polemik Prof RM Ng Poerbatjaraka, pakar sejarah NJ Krom, dan epigraf Dr Boechari.
Bagian menarik dari inskripsi ini yang jarang dibicarakan adalah bagian terakhir dari teks prasasti yang ditulis dalam bahasa Jawa Kuna. Yaitu tentang nama-nama daerah yang menjadi kekuasaan Pu Kumbhayoni.
Berikut kutipan aslinya yang ditulis Tres Sekar Priyanjani (FIB UI, 2009); “tungan dawet langka sereh vulakan ni wala walaim lodwam wanwa nirang dhiman kumbhayoni naranira”.
Pembacaan versi Poerbatjaraka mengutip teks alih aksara Cohen Stuart, Kawi Oorkonden No XXIII sebagai berikut; “tunggang dawet langka sereh wulakann i wala walaing lodwang wanwanirang dhiman kumbhayoni ngarann ira.”
Alihbahasanya ke Indonesia menurut Poerbatjaraka adalah sebagai berikut; “Tunggang, Dawet, Langka, Sereh, air terjun Wala, Walaing, Lodwang adalah tanah-tanah garapan milik Kumbhayoni yang bijaksana.”
Baca artikel sebelumnya :
Prasasti Pereng Kuak Tabir Siapa Penguasa Watak Walaing di Bukit Ratu Boko
Kisah Perang Sengit Kumbhayoni vs Rakai Pikatan Berebut Tahta di Era Mataram Kuno
Candi Barong Adalah Bhadraloka yang Dibangun Pu Kumbhayoni
Kisah di Balik Arca-arca Besar Maha Rsi Agastya dan Ganesha di Situs Gepolo Prambanan
Sekarang menjadi jelas, ada tujuh (7) daerah atau wanwa/wanua disebut milik Pu Kumbhayoni sebagai rakai di Watak Walaing. Pusat kekuasaan Watak Walaing ini belum jelas benar, namun sejarawan De Casparis menyebut Walaing adalah nama kuna perbukitan Ratu Boko.
Lokasi penemuan prasasti Wukiran/Pereng tidak jauh dari puncak bukit Ratu Boko, yaitu di Dusun Pereng di antara bukit Ratu Boko dengan Candi Sojiwan. Ini mengindikasikan secara kuat pusat kekuasaan Pu Kumbhayoni pastinya tak jauh dari lokasi tersebut.

Lantas, di manakah daerah atau wanua-wanua atau desa-desa yang jadi wilayah bawahan Walaing? Sejumlah kalangan, termasuk komunitas dan peminat sejarah kuna Jawa mengarahkan perhatian ke daerah berbukit gunung di selatan bukit Ratu Boko.
Wilayah itu dimulai dari dataran rendah di selatan perbukitan Ratu Boko, ke timur hingga melampaui Candi Barong dan Dawangsari, berlanjut ke tenggara ke arah bukit Breksi dan Candi Ijo.
