Yogyakarta
Sering Dianggap Remeh, Begini Risiko Tinggi Pekerjaan Petugas Palang Pintu Kereta Api
Selain bergantung dengan alat-alat, seperti HT dan telepon, ia juga harus paham jenis kereta dan jadwal keberangkatan kereta.
Penulis: Christi Mahatma Wardhani | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Christi Mahatma Wardhani
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA- Tidak ada pekerjaan yang benar-benar mudah.
Masing-masing memiliki tanggungjawab dan risikonya.
Baca: Rencana Pengaktifan Ulang Jalur Kereta Api di Jawa Tengah Jalan Terus, Ini Kata Ganjar Pranowo
Pekerjaan yang dilakoni Khusnul Arifin terdengar sederhana, mudah, dan tidak memerlukan keahlian khusus.
Yang jelas, ia tidak boleh buta warna dan memiliki gangguan lain pada matanya.
Tugas Khusnul hanya mendengarkan handy talky (HT) sepanjang hari.
Pria 32 tahun itu juga hanya melihat jendela dan spion besar di sebelah kanannya.
Hampir 10 menit sekali ia juga memencet tombol reset berwarna merah pada sebuah kotak alarm bertuliskan Deadman Alarm and Announcer.
Ada enam titik lampu indikator yang menyala pada kotak alarm tersebut.
Tiga lampu teraras berwarna kuning, semakin bawah berubah menjadi oranye, dan paling bawah berwarna merah.
Lampu tersebut akan mati perlahan-lahan, dari warna kuning hingga merah.
"Ini alarm otomatis. kalau nanti merah akan berbunyi. Jadi ini kalau sudah mati terus dipencet. Alarm ini nanti ya membangunkan kalau misalnya ngantuk, kan langsung berbunyi," katanya saat ditemui Tribunjogja.com di Timoho, Senin (8/10/2018).
Tak banyak benda dalam ruang kerja seluas 2,5 m x 3 m itu.
Meski terdengar sederhana, pekerjaan Khusnul memiliki risiko tinggi.
Nyawa banyak orang berada di tangannya.