Kulonprogo
Seperti Inilah Gambaran Bandara NYIA Kulonprogo, Disebut-sebut Tahan Gempa dan Tsunami
Sejumlah fasilitas keselamatan bakal dibuat untuk menunjang mitigasi bencana di bandara tersebut.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM, KULONPROGO - Bandara internasional baru Yogyakarta di Temon, Kulonprogo, New Yogyakarta International Airport (NYIA), digadang-gadang tahan gempa maupun tsunami meski lokasinya berada di tepian Laut Selatan Jawa yang juga berbatasan langsung dengan Samudera Hindia.
Sejumlah fasilitas keselamatan bakal dibuat untuk menunjang mitigasi bencana di bandara tersebut.
PT Angkasa Pura I sebagai pemrakarsa pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) itu menyebut bahwa bandara ini sudah memperhitungkan risiko bencana yang mungkin dihadapinya.
Pihaknya sudah membahas panjng lebar terkait risiko bencana itu dengan para pakar dan akademisi serta ahli bidang terkait dari Jepang untuk membuat simulasi gempa dan tsunami di bandara baru tersebut.
Runway atau landasan pacu dibuat pada ketinggian bidang 4 meter di atas permukaan laut serta lokasinya berada pada jarak 400 meter dari bibir pantai.
Sedangkan gedung terminal penumpang berada pada jarak lebih jauh dan konstruksinya dirancang untuk mampu bertahan ketika digoyang gempa berkekuatan hingga 8,8 Skala Richter serta tetap kokoh sekalipun diterjang gelombang tsunami setinggi 4 meter.
Baca: Jalur Kereta Api Bandara NYIA Ditarget Selesai Tahun Depan
Baca: Landasan Pacu New Yogyakarta International Airport Berjarak 400 Meter dari Pantai
"Konsep gedung terminalnya adalah green building dan dirancang tahan gempa maupun tsunami. Kami pastikan penumpang tetap aman melalui berbagai prosedur penyelamatan yang dibuat,"kata Project Manager Pembangunan NYIA PT AP I, Taochid Purnama Hadi, Kamis (20/9/2018)
Lantai dua terminal yang tingginya 6 meter dari lantai dasar dikonsep sebagai tempat evakuasi sementara (TES) untuk penumpang dan komunitas bandara.
Jadi, ketika tsunami terjadi, penumpang tidak perlu panik dan langsung diarahkan untuk mengamankan diri di lantai dua.
Gedung terminal ini juga dilengkapi dengan konsruksi sacrifice column atau kolom yang dikorbankan ketika tsunami menerjang. Letaknya ada di sisi terminal namun dalam konstruksi tersendiri.

Baca: Kajian Jalur Kereta Api Bandara NYIA dan Tol Semarang Yogya
Baca: Proyek Kereta Bandara NYIA Kulonprogo Masih Menunggu Kajian dari Pemerintah Pusat
Kolom ini membantu menggemboskan energi hempasan gelombang yang bersifat destruktif sebelum mencapai fisik terminal.
Sehingga, efek hempasan itu tidak merusak konstruksi terminal tersebut dan penumpang yang berada di dalamnya aman dan selamat.
Taochid menyebut pihaknya saat ini masih mengkaji lebih komplet struktur tersebut dan merumuskan bentuknya berupa gedung atau justru hanya berupa tembok.
Selain itu, disediakan pula gedung crisis center yang berfungsi sebagai TES bagi orang dalam bandara maupun warga sekitar bandara. Konstruksinya berupa gedung yang ditopang pilar-pilar tinggi dan dilengkapi ram pada akses masuknya.

Luasan bangunannya sekitar 4.000 mter persegi dan sanggup menampung hingga 1000 orang. Ketika terjadi gempa dan alarm waspada tsunami berbunyi, pintu-pintu di samping gedung akan terbuka sehingga masyarakat bisa langsung mengaksesnya tanpa harus lari terlalu jauh ke tempat evakuasi.
"Semua fasilitas ini ada di area landside (sisi darat). Runway tak masalah kalau ada tsunami namun yang harus diselamatkan itu orang-orangnya. Mereka tidak akan dibiarkan berada di dalam pesawat dan langsung dilarikan ke terminal ataupun crisis center sehingga aman,"kata Taochid.
Pihaknya sebetulnya menginginkan area sempadan pantai di selatan runway dijadikan green barrier (sabuk hijau) sebagai penunjang faktor keselamatan operasional bandara.
Selain menahan (buffer) laju angin, green barrier itu juga bisa menahan hempasan gelombang.
Dengan konsep sabuk hijau, seharusnya tidak ada aktivitas apapun di area itu namun hal ini sedikit banyak berbenturan dengan kepentingan pariwisata di kawasan Pantai Glagah yang sudah lebih dulu ada. Pihaknya masih berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait konsep tersebut.

"Karena di pantai sisi selatan bandara ini kan tidak ada pemecah ombak, kami minta area Glagah jadi buffering atau area penyangga terminal dan runway. Semacam hutan konservasi dengan cemara udang yang mudah ditanam. Ketika terjadi tsunami, itu bisa jadi buffering," kata dia.
Juru Bicara Proyek Pembangunan NYIA, Agus Pandu Purnama mengatakan bahwa posisi landasan pacu pesawat nantinya tidak akan sejajar lurus garis pantai melainkan sedikit menyerong pada sudut 11-29 derajat.
Hal ini untuk menghindari adanya crosswind (angin dari samping) dari arah laut yang membahayakan penerbangan. Dengan arah landasan menyerong, pesawat akan dengan mudah takeoff (lepas landas) maupun landing (mendarat) karena posisinya sesuai arah headwind (angin dari depan).
Bupati Kulonprogo, Hasto Wardoyo mengatakan penataan tetap akan dilakukan untuk areal Pantai Glagah mengingat lokasinya masuk sebagai kawasan penyangga bandara maupun penyangga kawasan sempadan pantai untuk penahan gelombang laut.

Baca: Pembangunan Jalur Kereta Bandara NYIA Kulonprogo Masih Terkendala Masalah Pembebasan Lahan
Baca: Bisa Didarati Pesawat Berbadan Lebar, Bandara Baru Yogyakarta Siap Terima Maskapai Asing
Maka itu, tidak diizikan ada bangunan permanen maupun penginapan dan pemukiman di kawasan itu . Saat ini, bangunan tempat berdagang di sekitar laguna disebutnya tidak dalam bentuk permanen sehingga tak bermasalah.
Lain halnya dengan bangunan penginapan di sisi barat yang memang tak sesuai peruntukan kawasannya lantaran berada di area sempadan pantai.
Meski saat ini tetap diusahakan untuk terus teraliri listrik, sambung Hasto, pemilik penginapan akan diminta untuk meneken pakta integritas terkait kesiapan mereka untuk pindah dan merobohkan bangunan itu dengan sendirinya jika suatu saat diperlukan.
Pemkab Kulonprogo saat ini juga masih menggodok Detail Engineering Design (DED) penataan kawasan itu dan ditargetkan rampung pada akhir 2018 ini. Khususnya,
"DED itu di dalamnya tidak ada peruntukkan hotel atau penginapan. Hanya wisata, jalan, serta penyangga gelombang dan bandara. Mohon maaf, tidak bisa ada bangunan permanen karena di situ jadi penyangga bandara dan ini tidak bisa ditawar. Kami sudah sering sampaikan dan saya harap masyarakat bisa memahaminya,"kata Hasto.(Tribunjogja.com)