Kulonprogo
Tingkatkan Budidaya Krisan Samigaluh, Pemkab Kulonprogo Tambah Kubung
Dukungan berupa sarana produksi dan kelengkapan lainnya akan terus diberikan secara bertahap dari tahun ke tahun.
Penulis: Singgih Wahyu Nugraha | Editor: Gaya Lufityanti
TRIBUNJOGJA.COM - Luasan lahan budidaya bunga krisan di Samigaluh akan ditambah.
Hal ini demi percepatan pengembangan kawasan agrowisata bunga krisan.
Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kulonprogo, Bambang Tri Budi mengatakan saat ini jumlah kubung bunga krisan mencapai 86 unit di Desa Gerbosari.
Masing-masing kubung luasannya sekitar 100 meter persegi.
Adapun pada tahun ini akan ditambah lagi dua kubung yang disokong dana APBD DIY.
"Harapan kami ada dukungan juga dari kementerian Pertanian apabila proposan yang diajukan bisa disetujui,"kata Bambang, Minggu (22/4/2018).
Ia mengatakan budidaya krisan di Kulonprogo harus terus dikembangkan, baik dari luasan lahan maupun kelembagaannya.
Dukungan berupa sarana produksi dan kelengkapan lainnya akan terus diberikan secara bertahap dari tahun ke tahun.
Berdasarkan analisa, satu buah kubung setiap tiga bulan sekali mampu menghasilkan keuntungan bersih senilai Rp2 juta.
Pihaknya berharap budidaya krisan itu bisa menggerakkan ekonomi masyarakat melslui pengembangan kawasan.
Sekaligus, menata dan mengembangkan potensi sumber daya alam yang dimiliki masyarakat.
"Semisal, pekarangan yang semula tifak tertata jafi lebih sehat, indah, dan produktif dengan pengembangan kawasan krisan ini," kata Bambang.
Adapun kawasan Agrowisata Krisan Gerbosatj saat ini menempati lahan seluas 1,2 hektare berupa tanah kas desa dan didukung lahan pribadi warga.
Meski sudah banyak warga yang melakukan budi daya krisan, menurut Ketua Asosiasi Seruni Menoreh Bunga Potong Kulonprogo, Suharso, petani krisan belum mampu memenuhi permintaan dalam jumlah banyak.
Kendala utamanya sunber daya manusia yang sudah lanjut usia sehingga belum mampu menerapkan teknologi dalam budidaya.
Adapun saat ini petani krisan Gerbosari memasok bunga ke wilayah Wates, Kota Yogyakarta, dan Purworejo setiap Senin dan Kamis.
"Petani yang usianya di atas 50 tahun masih menerapkan cara tanam tradisional. Teknologi mulai digunakan petani di bawah usia 50 tahun secara bertahap sehingga hasilnya semakin bagus," kata dia.(*)