Warga Bondowoso Magelang Aliri Kolam Ikan 24 Jam Tanpa Listrik

Masyarakat di Desa Bondowoso, khususnya Dusun Gedongan Kulon, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Iwan Al Khasni
Tribunjogja.com/ Yuwantoro Winduajie
KINCIR: Salah satu kincir air di Dusun Gedongan Kulon, Desa Bondowoso, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, yang digunakan untuk mengairi kolam ikan warga, Rabu (29/10/2025) 

Menurutnya, desain itu dibuat agar tidak mudah rusak jika ada sampah terbawa arus. 

“Kalau penyangganya di tengah, bisa terhambat saat ada sampah banjir. Jadi saya bentangkan penuh dari tepi ke tepi sungai,” ujarnya.

Perawatan kincir, kata Nur, juga tergolong mudah. Biasanya putaran kincir terhenti jika tersangkut sampah sehingga hanya perlu dilakukan pembersihan.

“Saya hanya buang sampahnya saja, nggak ada perawatan khusus. Tanpa henti, tanpa listrik, hanya mengandalkan aliran air,” ujarnya. 

Ia menuturkan, kincir bambu biasanya bertahan hingga satu setengah tahun jika tidak rusak akibat banjir.

Sebelum menjadi kolam ikan, lahan itu dulunya merupakan sawah. Nur mengenang, kondisi sungai dulu jauh lebih bersih dan tidak dangkal seperti sekarang. 

“Dulu sungai itu nggak ada pendangkalan karena airnya jernih dan sampah terkontrol. Sekarang sampah rumah tangga banyak sekali, ada celana, bantal, semua masuk ke sungai,” ungkapnya.

Saat ini, ia memelihara ikan bawal. Dalam waktu empat hingga lima bulan, ikan berukuran 5-7 sentimeter sudah bisa dipanen. 

“Sekilo bisa 4-5 ekor. Biasanya bisa panen dua sampai tiga kali setahun tergantung luas kolam,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Bondowoso, Muh Thoifur, mengatakan bahwa desanya dianugerahi sumber daya alam melimpah, salah satunya Sumber Mata Air Gending yang memiliki kualitas air baik dengan debit stabil sepanjang tahun.

“Masalahnya, posisi sungai itu di bawah. Jadi untuk mengairi sawah di kiri-kanannya harus dinaikkan. Kalau pakai irigasi biasa tidak mungkin, kalau pakai diesel biayanya mahal,” ujarnya.

Menurutnya, masyarakat setempat telah lama menemukan solusi lewat teknologi terapan berupa kincir air dari bahan bambu yang mudah didapat di lingkungan sekitar. Ia menilai, keberadaan kincir air merupakan bentuk kearifan lokal yang masih lestari hingga kini.

“Sejak saya SD sudah ada kincir air di sini. Itu bukti nyata kalau nenek moyang kita sudah punya peradaban yang cukup tinggi karena mampu menciptakan alat seperti ini,” pungkasnya. (tro)

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved