Generasi Z Didorong Hidupkan Museum sebagai Tempat Bermain, Belajar, dan Menemukan Makna
Bagi generasi muda seperti dirinya, bermain bukan berarti main-main, melainkan cara baru untuk mencintai kebudayaan.
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
"Bermain berarti mengalami. Saat kamu menonton video interaktif, membaca buku tua, atau ikut permainan edukatif di museum—cobalah berhenti sejenak dan bertanya: apa yang sebenarnya ingin disampaikan benda ini? Dari situ, pengalamanmu akan menjadi lebih bermakna.”
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Museum Sonobudoyo, Ery Sustiyadi, S.T., M.A., menyebut bahwa museum kini tidak lagi cukup hanya menjadi ruang pamer yang sunyi. Di tengah derasnya arus digital, ia menilai museum harus berani bertransformasi menjadi ruang hidup — tempat belajar, bermain, dan berinteraksi yang relevan dengan dunia anak muda.
“Museum bukan lagi sekadar ruang pamer,” ujar Ery dalam paparannya.
"Kami ingin menjadikannya ruang main yang edukatif, tempat anak muda bisa mengenal sejarah dan budaya dengan cara yang menyenangkan. Karena itu, desain ruang, program, hingga pendekatan komunikasi kami sesuaikan dengan cara berpikir generasi sekarang.”
Lebih lanjut dijelaskannya, Sonobudoyo tetap berpegang pada lima fungsi utama museum: mengumpulkan, melestarikan, meneliti, mengomunikasikan, dan memamerkan. Namun, Ery menjelaskan bahwa kelima fungsi itu kini dijalankan dengan pendekatan yang lebih terbuka, partisipatif, dan kontekstual dengan zaman.
Ditambahkan Ery, pelestarian tidak berhenti di balik layar konservasi. Koleksi yang telah dirawat harus “berbicara” kepada publik.
“Kami ingin pameran itu menarik dan informatif,” jelasnya.
“Pengunjung bukan hanya melihat benda, tapi juga memahami konteksnya. Untuk generasi muda, kami siapkan zona interaktif, permainan edukatif, bahkan program tematik agar mereka merasa terlibat langsung.”
Bagi Ery, museum harus menjadi ruang hidup yang mengundang rasa ingin tahu. “Generasi muda ingin merasakan, bukan sekadar melihat,” katanya. “Kalau mereka bisa menemukan cerita dirinya di museum, di situlah museum menjadi relevan.”
Kurator dan peneliti seni, Ignatia Nilu, menilai museum di Indonesia perlu bertransformasi dari ruang formal yang kaku menjadi ruang yang hidup, partisipatif, dan dekat dengan publik. Menurutnya, museum seharusnya bukan tempat yang menimbulkan rasa takut seperti saat anak-anak diwajibkan membuat laporan kunjungan sekolah, melainkan ruang yang memantik rasa ingin tahu.
“Sejak kecil, kita sering diajak ke museum oleh guru untuk membuat laporan. Banyak yang merasa tegang karena takut salah menulis atau salah menilai. Saya ingin adik-adik sekarang datang ke museum dengan rasa ingin tahu, bukan dengan beban tugas,” ujar Nilu.
Ia menjelaskan, pengalaman pertama ke museum kerap meninggalkan kesan kaku karena pengunjung diposisikan sebagai penonton pasif. Padahal, kata dia, museum seharusnya menjadi tempat membangun pengalaman personal dan reflektif, di mana pengunjung dapat menafsirkan benda-benda sejarah sesuai konteks kehidupan mereka.
Nilu menyoroti masih rendahnya minat publik terhadap kunjungan museum di Indonesia. “Kita jarang datang ke museum tanpa undangan atau keperluan khusus. Rasanya kalau bukan karena acara seperti ini, mungkin kita tidak akan berpikir, ‘Kapan terakhir saya ke museum?’,” ujarnya.
Ia menganggap rendahnya keterlibatan masyarakat disebabkan kurangnya ruang apresiasi dan pendekatan yang membumi. Menurutnya, museum harus menjadi tempat di mana masyarakat bisa menemukan relevansi antara sejarah dan kehidupan masa kini.
“Pertanyaannya selalu sama: bagaimana menjembatani pengetahuan dengan masyarakatnya? Museum tak cukup hanya menampilkan benda-benda, tapi juga harus menciptakan pengalaman yang membuat publik ingin kembali,” tandasnya.
Apindo DIY Minta Kemenaker Perbaiki Sistem Program Magang Nasional yang Eror |
![]() |
---|
Hadapi Efisiensi Dampak Pemangkasan TKD, Pemkot Yogya Bakal Andalkan Padat Karya |
![]() |
---|
SPPG di Sleman dan Gunungkidul Berhenti Operasi karena Anggaran Pusat Belum Cair, Ini Kata BGN DIY |
![]() |
---|
Sistem Pemerintah Eror, Banyak Perusahaan di DIY Gagal Jadi Penyelenggara Magang Nasional |
![]() |
---|
Manfaatkan Kuota 3.000 Ton Pembuangan ke TPA Piyungan, Depo di Kota Yogya Dikosongkan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.