Generasi Z Didorong Hidupkan Museum sebagai Tempat Bermain, Belajar, dan Menemukan Makna
Bagi generasi muda seperti dirinya, bermain bukan berarti main-main, melainkan cara baru untuk mencintai kebudayaan.
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
“Padahal, di beberapa museum yang lebih modern, pengunjung bisa benar-benar mengalami artefak secara interaktif. Ada bagian yang memungkinkan kita berinteraksi langsung, bukan hanya melihat dari balik kaca atau membaca tulisan panjang.”
Konsep play atau bermain, menurutnya, bukan berarti bersenang-senang tanpa makna. Dalam konteks museum, play adalah cara untuk terlibat dan menemukan makna dengan cara yang menyenangkan.
“Play di sini bukan sekadar bersenang-senang,” ujarnya.
“Play berarti mengalami, terlibat, dan menemukan makna dengan cara yang menyenangkan. Museum seharusnya menjadi ruang yang tidak hanya ‘dilihat’ tapi juga ‘dihidupi’. Bukan sekadar tempat berfoto untuk Instagram atau TikTok.”
Marsha mengakui, generasinya memang hidup di era media sosial, tetapi itu bukan halangan untuk memperdalam pengalaman budaya.
“Banyak dari kita yang datang ke museum ingin mengunggahnya ke media sosial. Itu tidak salah, karena memang begitu cara kita mengekspresikan diri hari ini,” katanya.
“Tapi yang penting adalah apa yang kita bagikan di balik unggahan itu. Apakah hanya gambar, atau juga pengetahuan dan pengalaman?,”
Marsha kemudian menawarkan empat langkah sederhana untuk menumbuhkan budaya museum di kalangan muda.
Pertama, bertanya. Museum, katanya, bukan sekadar latar belakang foto, tetapi ruang belajar di luar kurikulum.
“Gunakan kesempatan itu untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak bisa kamu tanyakan di kelas. Sekolah tidak selalu bisa mengajarkan semuanya—kadang, artefak dan ruang pamerlah yang jadi guru kita.”
Kedua, bagikan makna.
“Ketika kamu mengunggah sesuatu di media sosial setelah berkunjung ke museum, jangan hanya fotonya. Ceritakan kisah di balik artefak itu. Dengan begitu, kamu tidak hanya tampil performative, tapi juga berkontribusi pada penyebaran pengetahuan.”
Ketiga, normalisasi rasa ingin tahu.
“Di sekolah, kita sering diajarkan untuk menghafal dan mengulang, bukan untuk penasaran. Tapi museum memberi ruang bagi rasa ingin tahu itu. Tidak ada nilai, tidak ada ujian. Kalau kita mulai datang ke museum bukan karena tugas, tapi karena penasaran, itu sudah langkah besar.”
Dan keempat, terus bermain.
Apindo DIY Minta Kemenaker Perbaiki Sistem Program Magang Nasional yang Eror |
![]() |
---|
Hadapi Efisiensi Dampak Pemangkasan TKD, Pemkot Yogya Bakal Andalkan Padat Karya |
![]() |
---|
SPPG di Sleman dan Gunungkidul Berhenti Operasi karena Anggaran Pusat Belum Cair, Ini Kata BGN DIY |
![]() |
---|
Sistem Pemerintah Eror, Banyak Perusahaan di DIY Gagal Jadi Penyelenggara Magang Nasional |
![]() |
---|
Manfaatkan Kuota 3.000 Ton Pembuangan ke TPA Piyungan, Depo di Kota Yogya Dikosongkan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.