Mengenal Baju Adat Toraja, Dayak Ngaju, Baduy Dalam, Nias Selatan, Asmat
Baju adat Nusantara bukan hanya sakadar pakaian tradisional, melainkan sebagai cerminan filosofi yang mendalam
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Pada pandangan awam, ini hanyalah pakaian beraksesoris bulu dan tulang, tetapi filosofi di dalamnya sangat mendalam tentang konsep “tiwah” atau keselarasan alam semesta antara manusia, alam, dan roh leluhur.
Filosofi unik yang tersembunyi adalah bahwa setiap motif burung enggang melambangkan jiwa yang terbang bebas, di mana pemakaian baju ini dalam upacara Tiwah bertujuan membebaskan roh dari ikatan duniawi.
Warna merah pada aksesoris melambangkan darah kehidupan yang jarang diketahui sebagai ketahanan suku Dayak terhadap eksploitasi alam.
Baju ini bukan hanya identitas, melainkan pengingat etika lingkungan yang relevan dengan isu konservasi hutan tropis saat ini.
3. Baju Adat Baduy Dalam

Baju adat Baduy Dalam dari Banten, Jawa Barat yang tampak sederhana pakaian pria mengenakan kain hitam polos tanpa jahitan modern, semestara wanita memakai kain tenun biru muda tua dengan selendang.
Bagi banyak orang, ini hanya representasi isolasi suku Baduy dari dunia luar.
Namun, filosofi mendalamnya adalah sunda wiwitan, di mana kesederhanaan baju melambangkan pemurnian jiwa dari materialisme, sesuai ajaran Sunda kuno tentang keterhubungan dengan alam semesta.
Makna unik yang jarang diketahui adalah bahwa kain hitam pria disebut jaro yang melambangkan tanah subur dan ketabahan, sementara biru wanita kain anyaman merepresentasikan air suci yang membersihkan dosa.
Baju ini dirancang tanpa pewarna kimia untuk menjaga keseimbangan ekosistem, sebuah prinsip yang jarang diketahui sebagai bentuk perlawanan pasif terhadap modernitas.
Dalam kehidupan sehari-hari Baduy, baju ini menjadi simbol keteguhan iman yang mengajarkan pelajaran tentang minimalisme di tengah konsumsi berlebih.
4. Baju Adat Nias Selatan

Baju adat Nias dari Sumatera Utara khususnya versi selatan, terdiri dari kain tenun hitam untuk pria dengan aksesoris tulang hewan dan perhiasan emas serta rok pendek untuk wanita dengan kalung gigi buaya.
Secara umum ini dilihat sebagai pakaian prajurit, tetapi filosofinya adalah owasa yang merupakan konsep kekuatan kolektif yang diukir melalui tato dan aksesoris pada tubuh pemakainya.
Filosofi mendalam yang jarang diketahui adalah bahwa tulang hewan pada baju pria melambangkan siklus kehidupan predator-prey, di mana pemakaiannya dalam ritual perang tradisional, seperti lompat batu yang bertujuan memperkuat status sosial dan spiritual.
Pemain PSIM Yogyakarta Anton Fase Nilai Timnas Masih Punya Kans di Kualifikasi Piala Dunia 2026 |
![]() |
---|
Winger PSIM Yogyakarta Ungkap Beda Kompetisi Sepak Bola Indonesia dan Belanda |
![]() |
---|
Kabar Gembira Jelang Laga Indonesia vs Irak, Verdonk dan Ole Siap Diturunkan |
![]() |
---|
Daftar 17 Cagar Budaya yang Baru Ditetapkan di Gunungkidul |
![]() |
---|
Rahasia Dimsum: 5 Keunikan yang Jarang Diketahui Pecinta Kuliner |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.