Eko Suwanto Sebut Rakyat Tak Lupa Gerakan Reformasi, Soeharto Tak Layak Dianugerahi Gelar Pahlawan

Eko Suwanto menegaskan momen sejarah aksi damai itu menjadi peristiwa politik penting dalam gerakan reformasi. 

Editor: ribut raharjo
istimewa
Eko Suwanto saat mengunjungi Museum Perumusan Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 & Tugu Proklamasi, beberapa saat yang lalu 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Momen 20 Mei 1998 masih dalam ingatan rakyat. 

Sejarah, peristiwa heroik Pisowanan Ageng yang dihadiri rakyat, termasuk mahasiswa dan warga. 

Dalam catatan sejarah, Sri Sultan Hamengku Buwono X hadir dan menyampaikan Maklumat yang isinya mendukung reformasi total.

Berikut isi Maklumat Sri Sultan HB X dan KGPAA VIII:

Kami, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan KGPAA Paku Alam VIII, atas dasar tradisi kejuangan yang dijiwai oleh asas kerakyatan yang murni serta dengan berpegangan pada Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 dan Maklumat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan KGPAA Paku Alam VIII tanggal 5 September 1945, menyatakan bahwa:

1. Kami mengajak masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh rakyat Indonesia, untuk bersama kami mendukung Gerakan Reformasi dan memperkuat kepemimpinan nasional yang sungguh-sungguh memihak rakyat.

2. Kami mengajak seluruh ABRI dalam persatuan yang kuat untuk melindungi rakyat dan Gerakan Reformasi sebagai wujud kamanunggalan ABRI dan Rakyat.

3. Kami mengajak semua lapisan dan golongan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa dan mencegah setiap tindakan anarkis yang melanggar moral Pancasila.

4. Kami mengimbau masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan seluruh Indonesia untuk berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing untuk keselamatan Negara dan Bangsa.

20 Mei 1998
Yogyakarta, Rabo Kliwon- 23 Sura 1931

Karaton 
Ngayogyakarta Hadiningrat

Sri Sultan Hamengku Buwono X

Kadipaten Paku Alaman 

K.G.P.A.A. Paku Alam VIII

Eko Suwanto menegaskan momen sejarah aksi damai itu menjadi peristiwa politik penting dalam gerakan reformasi. 

Beberapa saat setelah gerakan moral ini, sejarah mencatat Soeharto tumbang, mengundurkan diri dan rezim Orde Baru berakhir. 

"Kewajiban sejarah, sebagai bagian dari sejarah yang ikut melihat, merasakan dan mendengar suasana batin gerakan reformasi, kita harus sampaikan bahwa suasana hati rakyat mengatakan dari hatinya yang terdalam bahwa Soeharto tidak pantas menjadi pahlawan," kata Eko Suwanto, politisi PDI Perjuangan yang merupakan Ketua Komisi A DPRD DIY, Senin (10/11/2025) ini.

Eko Suwanto, alumni MEP UGM menegaskan pentingnya pemerintah menjaga etik dan moral, utamanya dalam memberikan gelar pahlawan.

"Saat Soeharto berkuasa memimpin 32 tahun ada warisan buruk yang dicatat sejarah yaitu sosok pemimpin yang punya kebijakan politik membuat matinya demokrasi, kebebasan berpendapat diberangus. Wah kalau Soeharto masih berkuasa, saat ini kaum muda tidak akan mendapatkan akses bacaan maupun kebebasan berekspresi baik dalam tulisan maupun video. Termasuk media juga paska reformasi mendapatkan kesempatan menulis. Dalam catatan sejarah juga bagaimana praktek kapitalisme yang ditandai dengan liberalisasi ekonomi, salah satunya penanaman modal asing. Soehato memiliki rekam kekuasaan kelam dalam kepemimpinan dirinya kala jabat sebagai Presiden RI, yang akhirnya harus mundur karena tak lagi dipercaya rakyat," kata Eko Suwanto. (*)

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved