Belanja Pemerintah Tak Bisa Asal, Semua Harus Terencana dan Transparan

Prinsip utama yang diterapkan adalah value for money, yakni memastikan setiap rupiah uang rakyat memberikan nilai manfaat tertinggi bagi publik

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
Tribunjogja.com/Ist
Belanja pemerintah untuk rakyat. Narasumber program Insight Pengadaan Barang dan Jasa memaparkan perbedaan antara belanja pribadi dan belanja pemerintah yang harus melalui proses perencanaan, pengawasan, serta sistem digital terbuka agar setiap rupiah uang rakyat dapat dipertanggungjawabkan. 

“Biasanya kita mengundang tiga penyedia untuk memberikan penawaran harga dan kualitas. Prosesnya seperti pitching, tetapi tetap dilakukan melalui sistem elektronik agar transparan,” ujarnya.

Sementara itu, Leylandi Listyo Hatmojo menambahkan bahwa kini beberapa proyek konstruksi juga bisa dilakukan lewat katalog elektronik.

“Dalam sistem katalog, penyedia akan memiliki penilaian atau rating berdasarkan kinerja proyek sebelumnya. Jadi semacam ‘bintang’ seperti di marketplace umum, tapi untuk proyek pemerintah,” katanya.

Untuk menjaga kualitas hasil pekerjaan, pemerintah menetapkan mekanisme tegas dalam kontrak. 

“Kadang ada penyedia yang tidak bisa menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Akibatnya proyek molor dan berdampak ke masyarakat. Makanya dalam kontrak ada ketentuan denda keterlambatan, biasanya sebesar 1/1000 dari nilai kontrak per hari,” jelas Nur Subiantoro.

Gerri menambahkan, pembayaran proyek dilakukan bertahap sesuai progres pekerjaan dan tetap memiliki masa pemeliharaan. 

" Setelah proyek selesai pun masih ada masa pemeliharaan, misalnya enam bulan untuk pekerjaan konstruksi. Kalau ada kerusakan dalam masa itu, penyedia wajib memperbaiki tanpa biaya tambahan,” katanya.

Jika ditemukan barang tidak sesuai spesifikasi, pemerintah berhak menolak. “Kalau barang tidak sesuai spesifikasi, bisa ditolak. Tim teknis akan memeriksa kesesuaian barang dengan spesifikasi yang ditetapkan. Jika tidak sesuai, penyedia wajib mengganti,” ujar Leylandi.

Setiap tender juga memiliki masa sanggah selama satu minggu setelah pengumuman pemenang. “Kalau ada peserta lain yang keberatan, mereka boleh mengajukan sanggahan disertai alasan dan bukti. Kalau terbukti ada kesalahan dalam evaluasi, proses tender bisa diulang,” terang Gerri.

Nur menegaskan, pengawasan dilakukan berlapis. 

“Dari internal ada inspektorat dan BPK, dari legislatif ada DPRD. Kami juga mendorong adanya standar harga eceran tertinggi untuk barang-barang lokal agar harga tetap terkendali,” katanya.

Para narasumber sepakat bahwa sistem pengadaan yang transparan harus menjadi peluang bagi masyarakat, bukan sekadar pengawasan.

“Harapan saya, masyarakat ikut aktif mengawasi dan juga memanfaatkan peluang dari belanja pemerintah. Karena ini bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga kesempatan bagi masyarakat untuk berkontribusi dan berkembang bersama,” kata Nur Subiantoro.

“Saya berharap semakin banyak pelaku UMKM yang ikut menjadi penyedia dalam pengadaan pemerintah. Sekarang sistemnya terbuka dan mudah diakses, jadi ayo manfaatkan kesempatan ini,"imbuh Gerry.

Sedangkan Leylandi menegaskan, “Kami terus berkomitmen menjaga transparansi dan integritas dalam setiap proses pengadaan, agar hasilnya betul-betul memberi manfaat bagi masyarakat.”

Dari perencanaan hingga pengawasan, belanja pemerintah kini semakin terbuka dan sistematis. Prinsip transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas menjadi kunci agar uang rakyat benar-benar kembali dalam bentuk manfaat publik. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 3 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved